Hingga saat ini masalah lahan di Jalan Sudirman - Sam Ratulangi, Kota Pekanbaru menjadi polemik. Saling klaim antara Ahli Waris dan Pemerintah Provinsi Riau sebagai pemilik.
Petunjuk7.com, Pekanbaru - T Ronaldo Nainggolan SH, Advokat dari Noesantara Law Firm selaku Kuasa Hukum Firdaus, Ahli Waris dari H Ibrahim, mengadakan jumpa pers di hotel Grand Elite, Kota Pekanbaru, Jumat (09/2).
Kuasa hukum Firdaus menyampaikan agar pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan, apalagi saat ini tahun kontes politik.
Pasalnya, menyayangkan sikap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau, yang mengancam akan melakukan eksekusi dengan cara memasang pagar diatas lahan tersebut.
"Sebelumnya, pada 15 November 2017 silam, saat hearing di Sekretariat Daerah, Pemprov Riau menyatakan akan melakukan eksekusi putusan atas Mahkamah Agung (MA), dengan menggunakan Satpol PP. Kemarin, di salah satu media, mereka kembali menyatakan akan memasang pagar. Kok bisa putusan Pengadilan dieksekusi Satpol PP?," sebut T Ronaldo Nainggolan SH.
T. Ronaldo menyebutkan, tak ada satu pun dictum dalam amar putusan MA yang menyatakan bahwa tanah tersebut milik Pemprov Riau.
Apalagi terangnya, melalui Biro Hukum Pemprov Riau pernah mengajukan eksekusi ke Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.
"Namun kala itu, PN Pekanbaru menolak, karena putusan itu bukan putusan yang bisa di eksekusi. Pihak PN tentu paham betul atas putusan itu," terangnya.
Dikatakannya, tanah tersebut saat ini dikuasai oleh Ahli Waris, bukan Pemprov Riau.
"Jika dilakukan eksekusi, apalagi dengan Satpol PP, maka Ahli Waris tak akan tinggal diam. Bisa jadi, akan timbul upaya hukum atas tindakan itu (memasang pagar, red) nantinya," tutur T. Ronaldo Nainggolan.
Soal putusan MA itu memang kata T.Ronaldo Nainggolan telah inkracht.
"Dimana dasar Pemprov mengklaim. Sertifikat Hak Pakai nomor 261 tahun 1982, yakni sebagai Kantor Dinas Pertanian Tanaman Rakyat," bebernya.
Untuk sertifikat Hak Pakai Nomor 261 tahun 1982, silam hanya berlaku selama dipakai.
"Jika tanah itu tak lagi digunakan dan sertifikatnya tak diperpanjang, maka berakhir lah hak pakai itu. Cek saja, ada tidak nomor register tanah itu sebagai aset Pemprov?," tanya.
"Oleh karena itu, putusan MA itu memang menolak Kasasi yang kami ajukan. Tapi putusan itu tak menyebut bahwa Pemprov sebagai pemilik," ungkapnya.
Saat ini, katanya, ada dua plang berdiri diatas tanah tersebut yaitu: plang dari Pemprov dan plang dari Noesantara Law Firm.
Adanya plang Pemprov itu, sambung T.Ronaldo Nainggolan, telah dilaporkan ke Polresta Pekanbaru pada tahun 2016 silam, terkait dugaan pembohongan publik yang dilakukan oleh Pemprov.
"Sebab, Pemprov mengklaim tanah yang bukan miliknya. Dan, plang kami, bukan mengklaim tanah itu, tapi untuk membantah Plang yang disebelah (plang Pemrpov -red)," ujarnya.
Senada T.Ronaldo Nainggolan, SH, Firdaus menyampaikan sejarah tanah tersebut.
"Luas tanah yang diklaim Pemda itu 6900 meter. Tapi fakta surat yang kita punya itu, luasnya lebih kurang 1 hektar. Dari Bioskop Asia (dulu, red) sampai ke kantor Pos lama," beber cucu H.Ibrahim ini.
Ia mengaku, luas tanah warisan tersebut, bahkan jauh lebih luas dari yang diklaim oleh Pemprov Riau.
Selain itu, Firdaus sempat menghubungi pihak Hotel Furaya. Namun, pihak Furaya terkesan tertutup. Sebab katanya lahan Hotel Furaya berasal dari Tengku Idang yang merupakan sempadan. Tujuannya kesana, hanya ingin memastikan sempadan tersebut.
"Manajemen hotel Furaya tak mau membuka ke kita. Lalu, saya menghubungi Notaris Hotel Furaya. Ternyata sudah meninggal, dan surat itu disimpan oleh anaknya. Dan, anaknya keberatan membuka surat itu," tutur Firdaus yang saat ini menjabat sebagai Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Satpol PP Provinsi Riau ini
Selaku penduduk asli Riau, Firdaus menyatakan tak keberatan tanah keluarganya dipakai pemerintah.
"Datuk saya sebagai salah satu pendiri Provinsi Riau. Selaku penduduk asli, kami bangga jika tanah kami dipakai pemerintah," kata Firdaus.
Namun, seiring waktu, lanjutnya, sepertinya tak ada niat Pemprov mengembalikan tanah itu.
Bahkan, kakeknya dan pamannya sudah berulang kali mempertanyakan hal itu ke Pemprov. Tapi, pihak Pemprov kerap menghindar tak mau merespon.
Dalam perjuangannya, Ia juga membuat laporan ke Komisi Yudisial dan Komnas HAM.
"Perjuangan mengurus tanah ini sangat panjang. Mulai tahun 1971, 1979 dan 1981, H Ibrahim sudah berjuang baik ke Pemprov, BPN dan lainnya. Dan, tahun 2001 kita menyurati Pemprov Riau. Namun, dipanggil tahun 2003. Lagi-lagi mereka tetap tak bisa menunjukkan dokumen legalitas mereka diatas tanah kosong itu," katanya.
Sebagai bukti pihaknya selaku pihak yang berhak menguasai tanah itu, Firdaus membeberkan sejumlah dokumen.
"Dokumen yang saya miliki banyak. Salah satunya, Surat Pengakuan Hak dari Walikota Pekanbaru pada tahun 1951 tentang status tanah itu. Surat aslinya sudah lusuh tapi masih ada," bebernya sambil menunjukan salinan surat itu.
Disamping dokumen-dokumen dari Komisi Yudisial, Komnas HAM, sejarah riwayat tanah, sebutnya, ada juga Warkah, yang melampirkan Peta Induk tanah dari Bioskop Asia sampai Hotel Furaya.
"Ada juga dokumen-dokumen penunjang surat tanah ini. Ini salah satunya, surat tahun 1949 dan ditulis dengan tahun Jepang, tahun 5112603 Cap Kabupaten Siak," sambungnya sambil menunjukkan salinan dokumen pendukung.
Ronaldo menambahkan, sejarah tanah ini sangat panjang. Dipakainya tanah itu sebagai Kantor Dinas Pertanian Tanaman Rakyat, kata Ronaldo, lantaran sebelumnya merupakan Kantor Perkebunan Zaman Kolonial Belanda.
Meski mengakui upaya hukum formal pihak Ahli Waris sebenarnya telah habis, Ronaldo menegaskan bahwa masih ada proses yang berjalan dalam memastikan hak penguasaan tanah itu.
Pada tanggal 10 Mei 2016, bebernya, ada surat dari Kantor Wilayah BPN Riau, yang menyatakan bahwa, berdasarkan putusan PN Pekanbaru, Pengadilan Tinggi dan MA, Kepala Kanwil BPN Riau meminta Kepala Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru untuk melakukan penanganan dan penyelesaian masalah tanah tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan BPN serta berpedoman dengan ketentuan berlaku.
"Jadi intinya, proses tanah ini masih berjalan. Seharusnya, BPN harus menjalankan surat ini. Dan belum ada kata final dari BPN, karena prosesnya masih ada. Jika mereka (Pemprov) tetap melakukan eksekusi, maka akan membuka pintu atas upaya hukum selanjutnya. Saya kira Biro Hukum Pemprov cukup mengerti akan hal itu," tutupnya.
Untuk diketahui, jumpa Pers ini dilakukan sebagai reaksi atas pernyataan Kepala Biro Hukum dan HAM Pemprov Riau, Ely Wardani, yang mengklaim sudah menguasai tanah tersebut dengan dasar putusan MA yang telah Inkracht. Pernyataan itu dimuat di salah satu media lokal Pekanbaru beberapa hari lalu.
Senada dengan Ely, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemprov Riau Syahrial Abdi, juga sepakat agar melakukan pemasangan pagar di sekeliling tanah itu.
Syahrial menyebutkan, ada wacana untuk membangun Ruang Terbuka Hijau (RTH) diatas tanah yang masih berpolemik tersebut. (Rudi Hermansyah/Beritariau.com)