Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diminta segera merealisasikan pembangunan fasilitas pengelolaan sampah secara modern karena Ibu Kota sudah masuk dalam kategori darurat sampah.
Ketua Komite Pemantau Pembangunan ITF Jakarta, Ubaidillah, mengatakan Jakarta masuk dalam kategori darurat sampah karena produksinya yang cukup besar mencapai 6.500-7.000 ton sampah per hari.
“Produksi sampah Jakarta mencapai 6.500-7.000 ton per hari tidak jelas pola penanganannya dan bergantung pada TPST Bantargebang Kota Bekasi dengan ditumpuk secara terbuka atau open dumping,” katanya, Rabu (6/12/2017).
Dia menjelaskan sistem pembuangan sampah secara terbuka atau open dumping tidak lagi diperbolehkan sebagaimana amanat Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang Persampahan.
Amanat undang-undang tersebut, lanjutnya, pada Pasar 29 huruf (e) berisi larangan melakukan penanganan sampah dengan cara pembuangan terbukan (open dumping) di tempat pemrosesan akhir.
Menurutnya, larangan menimbun sampah secara terbuka di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) itu karena sampah yang ditumpuk secara terbuka dan membiarkan air lindi (leacheate) tidak terkelola serta gas methana (CH4).
Kondisi tersebut, imbuhnya, timbul akibat dari reaksi biokimia dapat menjadi penyebab terjadinya ledakan dan kebakaran di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Ubaidillah menjelaskan gas methana (CH4) yang dihasilkan dari timbunan sampah di lokasi TPA juga menyumbang 20-30 kali lebih besar daripada karbon dioksida (CO2) yang merupakan pembentuk emisi gas rumah kaca.
“Emisi gas rumah kaca penyebab meningkatnya suhu bumi atau yang biasa disebut dengan istilah pemanasan global atau global warming,” ujarnya.
Pemprov DKI Jakarta jauh hari berencana membangun sistem intermediate treatment facility (ITF), yaitu fasilitas pengolahan sampah modern dengan menggunakan energi panas bertempratur tinggi (incinerator) untuk memusnahkan sampah hingga 2.500 ton per hari.
Sumber:Bisnis.com