• Follow Us On : 
Kemarau Landa Desa Sumbul (Kabanjahe), Petani Ini Terancam Gagal Panen Karena Kekurangan Air Kondisi lahan petani yang mengalami kekeringan akibat kemarau di Desa Sumbul, Rabu (26/2/2020) akibat kemarau. Foto:KS

Kemarau Landa Desa Sumbul (Kabanjahe), Petani Ini Terancam Gagal Panen Karena Kekurangan Air

Rabu, 26 Februari 2020 - 19:40:32 WIB
Dibaca: 2320 kali 
Loading...

Petunjuk7.com - Akibat musim kemarau akhir - akhir ini melanda beberapa Kabupaten Karo, Propinsi Sumatra Utara berdampak pada beberapa bendungan tempat penampungan air.

Pasalnya, debit air yang biasanya berkumpul, kini volumenya durun drastis. Sontak, dilanda kekeringan.

Sehingga berimbas kepada sejumlah petani. Kini mengalami gagal panen. Tak terkecuali para petani sayur kol, cabe dan tomat. Mereka juga terancam gulung tikar. Ini dipicu karena tanaman milik petani kekurangan air.

Demikian pengakuan Simon Ginting, warga Desa Sumbul, Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo ini, kini beralih menjadi petani kol.

Saat ditemui wartawan Simon bersama petani lainnya pada Rabu (26/2/2020) mengaku mengalami gagal panen akibat kemarau yang melanda Kabupaten Karo.

Mereka terpaksa memanen sayur kol miliknya, padahal belum memasuki masa panen. Membuat mereka merugi lumayan besar. Bayangkan, tanaman sayur kol milik mereka menjadi layu berujung tanamannya mati.

Itu karena ungkap Simon, musim kemarau yang melanda Kecamatan Kabanjahe, membuat sejumlah bendungan sebagai penampung air dilanda kekeringan.

“Akibat kekeringan, kami sudah 3 minggu  tidak tanam kentang, wortel. Kami beralih tanam kol dan inipun kami terpaksa panen sebelum waktunya. Ini membuat kami rugi karena hasil panen tidak seimbang dengan biaya yang kami keluarkan,” ungkap Simon

Simon menerangkan, usia panen sayur kol mencapai 3, sampai 3 , 5 bulan. Dimana biasanya para petani kol di wilayah Sumbul menanam kol itu di akhir Desember atau awal Januari setiap tahunnya.

Namun, sambungnya, dalam satu tahun belakangan ini petani terpaksa memanem sayur kol masih usia  tiga bulan atau baru 2 bulan lebih akibat musim kemarau.

“Kalau kami tanam bulan Mei maka akhir September atau awal Oktober baru kami panen. Tapi ini mulai akhir Agustus sampai awal September kacang semuanya sudah mati. Jadi kami terpaksa panen walaupun yang ada isi hanya satu atau dua biji,” ungkapnya.


Senda Simon, Nd Inez (48) seorang petani cabe mengaku, bahwa untuk lahan setengah hektar membutuhkan anggaran hampir Rp 4 juta.

"Utuk beli bibit dan pembelian obat pembasmian hama serta pupuk. Sedangkan hasilnya bisa mencapai 5 ratus sampai 600 ratus kilogram bersih cabe merah," katanya.


Tetapi dalam satu tahun terakhir lanjut  Inez, bahwa petani cabe untuk mengola lahan seluas setengah hektar paling tinggi didapat mencapai 250 kilogram dan lahan seluas 1 hektar hanya 450 sampai 500 kilogram.

Tentu menurut  Inez, hal itu membuat sejumlah petani cabe merugi karena hasil panen terkadang modalnya pun tidak kembali.


“Kalau hasil panen bagus kami jual bisa capai Rp 35 ribu per kilogram. Tetapi kalau panen paksa seperti ini kadang pembeli tawar sampai Rp19 ribu per kilogran. Kami terpaksa jual sekalipun harga murah karena tuntutan kebutuhan ekonomi,” ungkap Inez yang dibenarkan oleh petani lainnya. (KS).



 



Loading...

Akses petunjuk7.com Via Mobile m.petunjuk7.com
TULIS KOMENTAR
BERITA TERKAIT
BERITA LAINNYA
Loading...
KABAR POPULER