Sumatera Utara - Aryo Wiyono (90), warga Desa Purwodadi, Lingkungan II, Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua, Kota Padangsidimpuan, Sumatera Utara, mengaku pasrah atas keadaannya saat ini.
Bagaimana tidak, saat ini dia hidup sebatangkara, menghuni gubuk reot berlantai tanah.
Usia uzur, tubuh yang sudah keriput, ia hanya bisa terbaring lemas diatas tempat tidur didalam gubuk reot dengan panjang tiga dan lebar tiga meter.
Tampak hampir seluruh dinding gubuk dari kayu papan itu, terlihat berlubang-lubang karena dimakan rayap.
Maklum, begitulah kondisi rumah tersebut, mungkin tidak pernah direhab. Apalagi bila turun hujan. Maka air hujan langsung mengalir ke dalam rumah jadi tergenang dan berlumpur.
Ironisnya, status tanah Aryo masih meminjam dari tetangganya. Saat ini Aryo untuk bertahan hidup, hanya mengharapkan belas kasihan dari warga tempat ia bermukim.
Buktinya, para tetangganya turut peduli terhadap kelangsungan hidup Aryo. Apabila lebaran tiba, ia mendapatkan zakat fitrah dari mesjid. Dengan usia yang memasuki senja, Aryo ternyata memasak makanan seorang sendiri.
Tidak jarang, pria kelahiran Jawa Timur ini, untuk memenuhi kebutuhan sehari - hari mengkomsumsi garam dan kecap asin.
Begitulah kehidupan Aryo. Ketika www.petunjuk7.com, Minggu (15/10) mengunjunginya, Aryo bercerita tentang kisah hidupnya. "Masuk saja, jangan malu-malu," sahut Aryo yang menyambut.
Aryo menyambut kedatangan www.petunjuk7.com bersama rekan wartawan lainnya. Meski nada suara Aryo ketara gemetar, namun dia tetap memiliki semangat untuk bercerita.
Kemudian Aryo mempersilahkan duduk diarahkan ke tempat tidurnya yang kini terlihat sudah lusuh termakan usia.
Singkatnya, menurut Aryo masih teringat kala tiba di Kota Padangsidimpuan tahun 1954 silam, saat pertama sekali menginjakkan kaki. Konon masih wilayah Tapanuli Selatan.
Dia diajak oleh salah seorang saudaranya yang berasal dari Jawa Timur, merantau ke Pulau Sumatera (Padangsidimpuan-red).
Setelah 2 (dua) tahun di Padangsidimpuan, menikah dengan seorang wanita bernama Waini, yang kini almarhum.
"Dulu saya hanya punya anak angkat, karena saya tidak punya keturunan," ujar Aryo tampak matanya berkaca - kaca.
Selama di Padangsidimpuan sebutan Kota Salak, dia bekerja di salah satu losmen penginapan. Setelah berhenti bekerja, beralih menjadi buruh harian lepas.
"Saya dulu bekerja sebagai buruh harian lepas, sampai saya tua hingga sekarang ini," tandasnya.
Laporan: Halid.S/Idham.S.