Kemana Uang di Rekening First Travel? : Tersisa Rp1,3juta dari Rp7,4 Milliar
Petunjuk7.com - Anggota DPR John Kenedy Azis tampak kesal saat menanyakan soal keberadaan uang di rekening First Travel yang disebutnya tinggal tersisa Rp1,3 juta.
Ia meminta Pusat Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) menelusuri ke mana larinya dana miliaran rupiah di rekening yang sejak awal disita kepolisian untuk bukti.
“Ternyata di rekening First Travel hanya tinggal Rp1 juta. Ada beberapa rekening yang (tinggal) Rp300 ribu, Rp 500 ribu. Harusnya PPATK dapat berperan memberi informasi ke mana duitnya,” kata John saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan PPATK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (18/4) yang dikutip dari Tirto.id.
Pernyataan John ihwal sisa rekening First Travel bukan kali ini saja. Pada 15 Agustus 2017, kabar soal sisa uang Rp1,3 juta di rekening First Travel itu sempat diutarakan Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto.
Menurut Setyo penyidik kepolisian hanya menemukan dana Rp1,3 juta di salah satu rekening, dari delapan rekening yang diperiksa polisi dan diduga milik First Travel.
Selang beberapa hari dari keterangan Setyo tepatnya 29 Agustus 2017, PPATK justru menemukan terdapat uang sekitar Rp7 miliar di 50 rekening yang terafiliasi dengan pemilik First Travel.
Dari mana keterangan uang di rekening First Travel tersisa Rp1,3 juta?
Kemudian, mengklarifikasi keterangan John Kenedy Azis kepada salah seorang penasihat hukum korban First Travel, Riesqi Rahmadiansyah.
Ia menuturkan sisa rekening yang paling rendah di antara rekening yang terafiliasi dengan First Travel adalah Rp1,5 juta dan bukan Rp1,3 juta.
Sisa rekening itu pun hanya satu dari sekian rekening. “Jadi bukan hanya sisa Rp1,5 juta. (Tapi) Bervariatif,” kata Riesqi, Kamis (19/4/2018).
Keterangan Riesqi ini dikuatkan dengan isi surat dakwaan terhadap Andika Surrachman, Anniesa Hasibuan, dan Kiki Hasibuan dalam sidang kasus First Travel. Dalam surat dakwaan itu, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Depok menyebutkan menyita 11 unit mobil, 3 rumah tinggal, 1 apartemen, 1 gedung kantor beserta isinya, dan uang Rp1.539.715.000 (Rp1,5 miliar).
Keterangan soal ini, kata Riesqi sudah pernah disampaikan saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Komisi III DPR, sekitar dua pekan silam.
Keterangan ini rupanya yang disalahpahami John Kennedy Azis dengan menyebut uang di rekening First Travel tersisa Rp1,3 juta.
John yang merupakan anggota Fraksi Golkar ini mengatakan pernyataannya pada RDP dengan PPATK didasarkan dari keterangan Riesqi pada saat RDPU dengan Komisi III.
“Kami dapat pemberitahuan itu waktu Komisi III mengadakan RDP dengan First Travel. Yang menyampaikan itu adalah pengacaranya,” kata John saat dihubungi Tirto.
Dugaan Raib
Jumlah nominal uang sitaan dalam kasus First Travel ini memang simpang siur.
Bila merujuk pada isi surat dakwaan yang menyebutkan ada uang sitaan sebesar Rp1,5 miliar, dengan berpegang pada laporan PPATK pada 29 Agustus 2017 menyebut ada saldo Rp7 miliar, maka ada dugaan sekitar Rp5,5 miliar yang tak jelas nasibnya.
Sehingga hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah benar uang pada rekening First Travel berkurang?
Kasudit V Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Surawan mengatakan tidak ada sedikit pun dana First Travel yang hilang saat penyidikan.
Menurut Surawan ada 23 rekening First Travel yang disita dan isinya dikuras polisi untuk dipindahkan ke rekening Kejaksaan Negeri Depok. Duit yang dialihkan, mencapai Rp8,9 miliar. Jumlah tersebut lebih besar dari temuan PPATK sebesar Rp7 miliar.
“Kami malah menyelamatkan lebih banyak lagi,” kata Surawan saat ditemui di Gedung Mina Bahari II, Kantor sementara Bareskrim Polri, Jakarta Pusat.
Ia kemudian menjabarkan sebanyak 23 rekening yang disita Bareskrim. Rinciannya adalah Rp4.189.093.049 (Rp 4,1 miliar) dikirimkan ke rekening Kejaksaan, USD 346.393 dijadikan bentuk fisik dalam mata uang rupiah, kemudian uang fisik sebesar Rp240.191.047 (Rp 240 juta). Semuanya diserahkan pada Kejaksaan Negeri Depok dengan nilai total Rp 8.932.393.096 (Rp8,9 miliar).
“Seluruhnya kami sita,” katanya sembari menunjuk rekening yang hanya berisi Rp56 ribu dan Rp 5 ribu yang ikut disita.
Surawan menambahkan, pencairan dan pemindahan uang yang dilakukan penyidik kepolisian dilakukan atas permintaan Jaksa Penuntut Umum dengan izin dari Pengadilan Negeri Depok.
Aset dan rekening berisi Rp8,9 miliar yang sudah disita itu kemudian diserahkan polisi ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok. Secara teknis, uang tidak lagi atas nama First Travel dan rekening First Travel sudah kosong.
Pada persidangan First Travel di Pengadilan Negeri Depok, JPU menyebutkan rekening yang disita dan ditampung hanya berisi uang Rp1,5 miliar.
Artinya angka ini menyusut sekitar Rp7,4 miliar bila merujuk keterangan Surawan saat menyerahkan aset dan rekening sitaan ke Kejari Depok.
“Kami tidak tahu lagi kalau begitu. Silakan tanya ke Kejaksaan karena harusnya sudah di sana,” kata Surawan menegaskan.
Kemudian mencoba mengklarifikasi keterangan Surawan ini kepada Kasi Pidum Kejari Depok Priatmaji D. Prawiro. Sambungan telepon dan pesan singkat yang dilayangkan tidak dijawab dan dibalas.
Surawan bersikukuh dengan keterangannya soal penyidik menyerahkan Rp8,9 miliar ke Jaksa. Kabag Penum Polri Kombes Martinus Sitompul justru berbeda keterangan.
Pada 8 Desember 2017, Martinus mengatakan duit yang diserahkan ke Kejaksaan senilai Rp1.539.715.000 (Rp1,5 miliar) atau sama dengan yang disebutkan dalam surat dakwaan.
Lantas kembali mencoba menanyakan kesimpangsiuran informasi ini kepada Kepala Bareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto.
Ari mengatakan penyidik tidak mungkin menghilangkan aset First Travel. Ia pun mengatakan Polri saat ini tengah meneliti dari mana berita yang mengatakan ada aset First Travel yang hilang.
“Enggak mungkin lah penyidik itu [pelakunya]. Masih kami teliti lagi dari mana sumber beritanya. Baru tadi pagi saya tahu,” katanya di Gedung Rupatama di Mabes Polri.
Potensi Lemahnya Pengawasan
Dugaan soal raibnya dana di rekening First Travel dalam proses hukum mendapat catatan pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar.
Fickar mengatakan pengawasan dalam kasus penyitaan aset cenderung lemah. Kelemahan ini memungkinkan ada penyelewengan aset.
Menurut Fickar kelemahan ini terjadi lantaran pengawasan yang dilakukan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) maupun Komisi Kejaksaan (Komjak) tidak dilakukan secara independen. Kondisi ini menyebabkan dua komisi pengawas tidak bekerja optimal.
“Harus ada komisi independen yang bisa leluasa menunjang sekaligus mengontrol,” kata Fickar.
Dalam kasus First Travel, Fickar mengatakan, pihak yang membekukan dan menguasai rekening kejahatan tersebut harus bertanggung jawab atas berkurang atau bertambahnya jumlah dalam rekening tersebut.
Status rekening sejak dibekukan adalah barang bukti yang baru boleh dicairkan atau diserahkan ke pihak mana pun setelah ada putusan pengadilan.
Ia pun menegaskan perlu pemeriksaan untuk mencari tahu kapan aset itu hilang atau berkurang. “Harus dilihat pada saat kapan isinya berkurang. Apakah pada saat di tingkat penyidikan (kepolisian) atau pada saat penuntutan (JPU),” katanya.
Sumber:Tirto.id