Kabid PPLHK Riau Sebut di Padang Sawah Tidak Ada Tanah Ulayat
Pekanbaru- Ketua Lembaga Adat di Kenegerian Padang Sawah, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau, bergelar Datuk Sotih, Darnius, sudah dua (2) kali dipanggil menghadap ke Kepala Bidang Penataan dan Penataan Lingkungan Hidup dan Kehutanan, melalui Kepala Seksi Penegak Hukum Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Propinsi Riau, Agus Suryoko, SH.,MH.
Darnius menerima surat panggilan:No.SP/13/PPNS-DLHK/II/2017 tertanggal 16 Februari 2017. Dan menerima surat panggilan:No:SP/SP/16/PPNS-DLHK/II/2017.
Dalam surat panggilan supaya didengar keterangannya sebagai saksi dalam perkara tindak pidana kehutanan yaitu melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri didalam kawasan hutan sesuai pasal 29 ayat 1 huruf a dan atau b jo pasal 17 ayat 2 huruf b dan atau a Undang - undang No.18 tahun 2013 tentang pemberantasan perusakan hutan jo pasal 55 angka 1 KUHP di kawasan hutan produksi, hutan wilayah Desa Padang Sawah.
"Kita melihat mereka bekerja dikawasan hutan produksi." Sebut Kepala Bidang Penataan dan Penataan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PPLHK) Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Propinsi Riau, Ir. Ervin Rizaldi, kepada www.petunjuk7.com, Selasa (30/5) diruang kerjanya.
Ervin menjelaskan, pemanggilan tersebut terkait pengelolaan kawasan hutan milik PT.PSPI.
"Yang mengelola PT.PSPI, " kata Ervin.
Pihaknya kata Ervin menggunakan peta PT.PSPI yang baru diterbitkan Bidang Planatologi Kehutanan.
"Yang baru. Yang lama saya tidak menyimak itu." Katanya.
Menyangkut masalah putusan Mahkamah Konstiusi ia menjawab: " Saya mau rapat lagi," elaknya.
Akan tetapi Ervin memberikan konfirmasi saat ditanya kembali terkait dasar hukum pemanggilan Darnius.
"Ada pasti. Dasar hukumnya ada. Kalau saya kan memantau mempercepat aja. Itu status kawasan, kalau gk kawasan mana mungkin berani ngangkat." Terangnya.
Untuk saat ini pihaknya sudah memeriksa tujuh saksi. "Yang disita alat berat. Yang diperiksa ada 7 orang. Makanya kesana aja tanya," tuturnya.
Ervin mengungkapkan dalam pemanggilan Darnius, ia sebagai penanggungjwab. " Saya penanggungjawab itu. Saya gk mencampuri penyidik. " Akunya.
Tanah Ulayat
Ervin kembali menjelaskan penyidikan tetap jalan. "Kita melengkapi.Buktinya ada. Kita melengkapi. Kita lari ke Jaksa, kan sudah dua kali P19. Banyak petunjuk dari Jaksa. Kita melalui Bareskrim ke Jaksa" Katanya.
Ervin menegaskan soal pertimbangan alas hak masyarakat, ia tetap mengaku ke status kawasan hutan.
" Penerbitan surat tidak boleh didalam kawasan. Itu bukan ranah kita. Kalau surat tanah itu diambil alih polisi. Yang boleh HPL.Kalau ada surat tanah terbit dikawasan hutan tidak boleh." Terangnya.
Ditanya kembali tentang: sebelum PT.PSPI ada di Padang Sawah, masyarakat sudah ada surat tanah.
"Sebelum itu juga kawasan hutan. Itu tidak boleh, dilarang. Tetapi kata Pemerintah Propinsi Riau disana tidak ada tanah ulayat disini. Yang ada di Sumbar. Ninik mama tidak ada catatannya. " Kata Ervin.
Soal keberadaan masyarakat padang Sawah. "Ninik mamak tidak ada. Jadi saya gk mau ngomong A,B,C, D. Saya gk mau gk mencampuri penyidik. Oke ya." Katanya.
Diberitakan sebelumnya Ketua Lembaga Adat Kampar di Kenegrian Padang Sawah, Datuk Sotih, Darnius mengungkapkan, bahwa pihak PT.PSPI pada tahun 1998 silam mendapat izin dari Kementrian Kehutanan memberikan Hak Penguasahaan Hutan Tanam Industri (HPHTI) seluas kurang lebih 50.725 (lima puluh ribu tujuh ratrus dua puluh lima) sesuai surat keputusan Menteri Kehutanan No.249/KPTS-II/1998 tertanggal 27 Februari tahun 1998.
Namun pihak PT. Perawang Sukses Perkasa Industri (PT.PSPI) tidak mengembalikan lahan masyarakat Desa Padang sawah. Apalagi dari masyarakat melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi pada tahun 2012 silam, No:35/PUU-X/2012 agar lahan masyarakat dikembalikan sesuai amar putusan Mahkamah Konstitusi: Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya.
Akan tetapi sekarang pihak PT.PSPI telah merubah HPHTI menjadi izin areal kerja Industri Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Tanaman Industri Dalam Hutan Tanaman (IUPHHK-HTI milik PT.PSPI) di blok III dan ada tidak melibatkan masyarakat pada tahun 2015 silam.
Tidak hanya ke Mahkamah Konstitusi, melalui gugatan di Pengadilan Negeri Bangkinang tetap menguatkan bahwa ada lahan masyarakat diatas izin HPHTI. Sebab sebelum PT.PSPI ada pada tahun 1998 silam, masyarakat telah ada memiliki legalitas surat tanah didalam izin HPTI.
Memang terang Darnius sudah ada kesepatakan bersama antara Kepala Desa dan PT. PSPI tahun 2001 tentang pancung alas senilai Rp121.188.000 (seratus dua puluh satu juta seratus delapan puluh ribu rupiah). Tetapi masyarakat menolak karena mereka ingin lahan dikembalikan. Kini Darnius beruruaan dengan Dinas Lingkungan Hidul dan Kehutanan Propinsi Riau. (Hap)