Jakarta - Pemerintah masih merampungkan pembentukan Badan Pengelolaan dan Penyedia Tanah Nasional atau Batanas yang diharapkan tidak hanya memiliki fungsi sebagai pengumpul tanah telantar tetapi juga pengontrol kenaikan harga rumah.
Staf Ahli Menteri ATR/BPN Himawan Arief menilai kenaikan harga rumah di Indonesia terjadi dengan sangat tidak terkendali. Apalagi hal ini tidak diikuti dengan tingkat kenaikan daya beli masyarakat.
Alhasil, upaya penyediaan sejuta rumah yang memungkinkan pemberian skema subsidi melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahaan atau FLPP masih menyimpan berbagai problema.
"Masalah utama yakni terletak pada tidak adanya intervensi pemerintah pada kenaikan harga tanah. Akibatnya pengembang yang ingin membangun rumah subsidi terkendala dengan ketersediaan lahan yang harganya mengikuti skema pasar," katanya, Minggu (3/12).
Himawan mengemukakan pada 2007, saat dirinya menjabat sebagai Direktur Utama Perumnas harga tanah masih Rp40 juta dan pada 2011 sudah naik menjadi Rp115 juta. Menurutnya kenaikan ini cenderung gila-gilaan terjadi, sebab tanah akan menjadi penentu utama naiknya harga rumah.
Pemerintah, lanjutnya, sebenarnya sudah pernah menerapkan kebijakan pembatasan harga untuk proyek rumah susun sederhana milik atau rusunami di Kemayoran pada 2008. Saat itu jika mengikuti harga pasar, pengembang harus menjual dengan harga Rp5 juta per m2 tetapi dengan adanya PP Rusunami menjadi Rp1 juta per m2 saja.
Menurut Himawan tanah merupakan salah satu komponen rumah yang paling memungkinkan untuk diintervensi pemerintah, selain bunga bank atau bahan konstruksi.
Himawan mengharapkan dengan terbentuk Batanas masalah tanah menjadi lebih terkendali. Nantinya, prinsip dasar Batanas terdiri atas pengeolaan dan penyediaan tanah secara terpadu, meliputi perencanaan, perolehan, pengembangan, pemanfaatan, serta pengamanan dan pemeliharaan.
"Batanas bertujuan untuk menjamin tersedianya tanah bagi pembangunan dan kepentingan umum, pemerataan ekonomi, sebagai instrumen pengendali harga tanah, menjaga keseimbangan penguasaan tanah, serta mengelola tanah cadangan umum negara," ujar Himawan.
Dirinya menjabarkan sumber objek tanah berasal dari tanah cadangan umum negara (TCUN), tanah telantar, tanah pelepasan kawasan hutan, dan tanah timbul, tumbuh, maupun bekas pertambangan.
Sumber tanah lainnya berasal dari proses pengadaan langsung, yang terkena kebijakan perubahan tata ruang, tanah hibah, tukar-menukar, hasil konsolidasi tanah serta tanah dari perolahn lainnya yang sah.
Sumber:Bisnis.com