Jakarta - Rencana pemangkasan anggaran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) tahun menjadi sekitar Rp 3,1 triliun dari alokasi awal Rp 9,7 triliun dinilai menjadi bukti ketidakpahaman pemerintah dalam menjalankan visi perumahan rakyat.
Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch mengatakan pemerintah bahkan beralasan penyaluran subsidi yang kerap tidak tepat sasaran membuat pemerintah mengalihkan dana tersebut pada tahun ini untuk pembangunan proyek strategis nasional lainnya.
“Pemangkasan anggaran perumahan ini menjadi bukti bahwa pemerintah tidak melihat perumahan rakyat sebagai program strategis. Kementerian terlalu bernuansa pembangunan fisik infrastruktur dan mengesampingkan perumahan yang seharusnya dapat berjalan bersama, apalagi dalam satu kementerian,” katanya.
Ali menyebut berdasarkan hasil riset yang dilakukan selama 3 tahun terakhir, peminat rumah FLPP meningkat tajam, bahkan pada kuartal II/2017 di tengah pasar properti yang masih melambat, titik balik justru terjadi di pasar rumah FLPP.
Analisis yang dilakukan memerlihatkan jumlah unit yang terjual di Jabodebek-Banten terus mengalami pergeseran ke segmen bawah. Porsi penjualan di segmen harga di bawah Rp300 juta berkisar 35% di mana 45%-nya didominasi perumahan FLPP dan ini angka yang tinggi dalam setahun terakhir.
Selain itu proyek-proyek perumahan FLPP sanggup menjual 50 - 100 unit rata-rata per bulan dan ini bukti bahwa tingkat pemintaan yang cukup tinggi di segmen ini.
Alasan pemerintah dengan lebih fokus anggaran ke SSB (Subsidi Selisih Bunga) merupakan fakta lain bahwa kementerian tidak memikirkan jangka panjang. Dengan dana FLPP Rp9,7 triliun pada anggaran terdahulu mungkin dapat membiayai sekitar 100.000 unit dibandingkan SSB Rp3,7 triliun untuk 400.000 unit.
Padahal, dengan SSB masih bersifat subsidi dan dapat menjadi beban pemerintah. Sedangkan FLPP, merupakan dana bergulir yang secara jangka panjang akan dapat terus menerus digunakan tanpa membebani APBN lagi.
Permasalahan justru seharusnya tidak terjadi disini. Banyaknya aturan BLU FLPP membuat pihak perbankan terlalu dibuat berbelit-belit sehingga target belum tercapai.
“Seharusnya bukan anggarannya yang dipangkas, tetapi bagaimana kementrian yang harusnya membuat sistem dan mekanisme yang baik agar semua dapat tepat sasaran. Adalah kemunduran bila kemudian anggaran dipangkas di saat kita lagi giat ingin menyediakan rumah untuk rakyat,” paparnya. (bisnis)