Komnas HAM: Kasus Dukun Santet 1998 - 1999 Masih Diselidiki
Jakarta- Komisi Nasional dan Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berkoordinasi dengan Kepolisian Daerah Jawa Timur untuk menyelesaikan penyelidikan kasus pembantaian dukun santet pada 1998-1999. Komnas berharap Polda Jawa Timur membantu memberikan data.
"Kami berharap Kapolda memberikan kemudahan kami untuk menginventarisir, misalnya berupa dokumen penyidikan yang sudah dilakukan polisi saat peristiwa itu terjadi," kata Wakil Ketua Komnas HAM, Muhammad Nurkhoiron, di Polda Jawa Timur, Kamis, 10 Agustus 2017.
Nurkhoiron mengatakan pihaknya membutuhkan dokumen dari Polda Jawa Timur sebagai bahan untuk melengkapi dokumen penyelidikan yang sudah disusun sejak dua tahun lalu.
"Saya menargetkan September/Oktober tahun ini laporan akhir penyelidikan sudah selesai untuk diajukan ke Kejagung." Jelasnya.
Menurut dia, penyelidikan kasus ini dilakukan Komnas HAM sebagai mandat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Merujuk undang-undang itu, Komnas HAM diberikan mandat untuk melakukan penyelidikan atas dugaan peristiwa pelanggaran HAM berat.
Nurkhoiron mengatakan Komnas HAM kesulitan menyelesaikan laporan penyelidikan kasus ini karena korban tidak ada yang mengurus dan mendampingi.
"Berbeda dengan korban pelanggaran HAM berat lainnya," katanya. Sehingga pihaknya harus melakukan inventarisir dan penggalian sendiri.
Sejauh ini, kata dia, jumlah korban tragedi pembantaian dukun santet yang sudah terdata di Komnas HAM baru sekitar 60-an dari total 200-an.
Karena itu, langkah koordinasi dengan Polda Jawa Timur diharapkan bisa membantu Komnas menyelesaikan penyelidikan kasus ini.
Kasus dukun santet itu mengakibatkan 148 orang di Banyuwangi tewas. Selain itu, ada 118 orang yang dijebloskan ke penjara karena dituding sebagai dukun santet.
Dia juga berharap langkah Komnas HAM menyelesaikan penyelidikan kasus ini bisa membantu negara memenuhi hak korban untuk mendapatkan kebenaran, keadilan, pemulihan, serta negara bisa belajar dari kasus itu sehingga ke depannya kasus yang sama tidak terulang lagi. (tempo)