Tangkal Konten Negatif, Giliran Twitter dan Google Dipanggil Kominfo
Jakarta - Setelah melakukan pemanggilan terhadap Facebook untuk ke sekian kalinya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga memanggil Twitter dan Google.
Dari hasil petemuan itu Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama dengan Twitter dan Google sepakat untuk bekerjasama dalam memberantas konten negatif di media sosial melalui literasi masyarakat serta penanganan serius terhadap akun dengan muatan negatif.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengatakan selama ini pihaknya cukup sulit berkoordinasi dengan pihak Google bilamana ditemui konten negatif. Tapi kedepannya, semua akan dilakukan lebih cepat.
"Penanganan konten negatif di YouTube masih gunakan email. Tapi akhir Juli ini, Google beserta Kominfo akan menerapkan suatu sistem yang bernama trusted flagger," jelas Rudiantara saat di Kantor Kominfo, Jumat (4/8/2017).
Lewat trusted flagger ini, masyarakat bisa memberi tanda pada konten yang tidak diperbolehkan di Indonesia. Kemudian Google akan menganalisis dan ditindaklanjuti.
.
Kesepakatan tersebut merupakan hasil dari pertemuan yang telah dilakukan sebelumnya di hari yang sama antara Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dengan Twitter yang diwakili oleh Kathleen Reen dari Twitter Asia-Pacific dan Agung Yudha dari Twitter Indonesia.
Menurut Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Semuel Abrijani mengatakan bahwa, seperti halnya dengan Facebook, pertemuan dengan Twitter ini bertujuan untuk meningkatkan service level agreement (SLA) kepada publik dan juga Pemerintah apabila ada permintaan yang berkaitan dengan pelanggaran hukum yang berlaku di Indonesia.
“Intinya yang ingin kita dorong di media sosial ini, ‘one man one account’. Mungkin diawali dulu dengan public figure dan official account yang terverifikasi. Kan banyak pejabat publik ataupun akun pemerintah yang punya akun, inginnya diverifikasi agar tidak diimitasi, agar resmi”, jelas Semuel.
Terkait pemberantasan berita hoax, Twitter saat ini sedang mengembangkan engine agar algoritma yang terdapat dalam mesin tersebut dapat membantu mengatasi fake news.
Lebih lanjut Semuel menyampaikan bahwa pemerintah dan Twitter juga akan fokus bekerjasama dalam memahami konteks untuk menentukan suatu pelanggaran di media sosial.
“Kita punya standar UU, mereka juga punya standar. Belum tentu yang melanggar di kita terhitung melanggar di mereka. Ini yang kita inginkan ada kesepahaman, kita akan bekerjasama untuk meningkatkan respons dengan tim dalam memahami konteks di media sosial,” tegas Semuel. (sindo)