Indonesia Targetkan 15 Ribu Publikasi Ilmiah Internasional
Bandung - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi M. Nasir menargetkan sekitar 14-15 ribu publikasi ilmiah internasional pada 2017. Nasir bercita-cita ingin mengungguli jumlah karya riset kiriman dosen di Thailand yang pada 2016 mencapai sekitar 13 ribu publikasi.
“Di tengah tahun ini, publikasi ilmiah internasional Indonesia sudah 7.928, Thailand di bawah kita 7.321 publikasi,” kata Nasir dalam acara Anti-Radikalisme Perguruan Tinggi di Jawa Barat di Graha Sanusi Hardjadinata Universitas Padjadjaran, Bandung, Jumat, 14 Juli 2017.
Menurut Nasir, Kementerian Riset punya tugas yang cukup luas. Tidak hanya menangkal masalah radikalisme, tapi juga bagaimana meningkatkan perguruan tinggi Indonesia mampu bersaing di kelas dunia. “Publikasi atau riset perguruan tinggi pada 2014 kita sangat memalukan di negara Asia Tenggara sendiri,” ucapnya.
Saat itu, jumlah publikasi akademisi kampus negeri dan swasta di tingkat internasional tercatat hanya 4.200 buah. Sedangkan Malaysia, kata Nasir, sudah 28 ribu, Singapura 18 ribu, dan Thailand lebih dari 9.500 publikasi ilmiah tingkat internasional.
“Pada 2015, kita ada peningkatan walau tidak signifikan menjadi 5.250 publikasi,” kata Nasir. Pada 2016, berdasarkan data basis Scopus, lembaga penghimpun karya ilmiah dunia, Indonesia menghasilkan 11.750 publikasi.
Dosen Geodesi di Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Heri Andreas mengatakan pemerintah belum memiliki dana yang cukup bagi sebagian peneliti. Dengan plafon Rp 50-200 juta per peneliti, dananya cukup untuk riset teoretis.
Adapun untuk skala riset laboratorium dan pengambilan data di lapangan, tidak mencukupi. “Untuk transportasi saja Rp 50 juta, bisa langsung habis. Minimal US$ 100 ribu,” tuturnya. Karena itu, Heri tidak lagi mengajukan proposal dana riset ke pemerintah.
Sebagai gantinya, ia menjadikan hasil riset dari proyek penelitian untuk perusahaan swasta atau pemerintah sebagai laporan untuk publikasi ilmiah sesuai dengan persetujuan kedua pihak. Dana hasil proyek pun dipakai untuk publikasi ilmiah internasional. Setahun berkisar 3-4 publikasi. “Misalnya, total dapat hasil proyek riset Rp 500 juta, habis dipakai untuk biaya penelitian dan publikasi lagi,” katanya. (tempo)