MENU TUTUP

Aceh: Hikmah Dibalik Gerhana Bulan

Kamis, 01 Februari 2018 | 08:42:22 WIB Dibaca : 2101 Kali
Aceh: Hikmah Dibalik Gerhana Bulan Foto: Para nelayan di Aceh tidak melaut saat gerhana bulan. Foto:Antaraaceh.com
Loading...

Pekanbaru, Petunjuk7.com - Rabu (31/1) malam, masyarakat disuguhi peristiwa penting dalam jagad raya ini. Bulan menunjukkan tiga fenomena sekaligus, yaitu supermoon, blue moon, dan gerhana bulan, yang dijuluki NASA sebagai fenomena super blue blood moon.

Masyarakat Aceh sangat antusias menyaksikan fenomena alam yang langka tersebut. Mereka menyaksikan langsung melalui teleskop yang disiapkan Kanwil Kemenag Aceh di Banda Aceh.

Ba`da Sholat Magrib, masyarakat terus berdatangan ke halaman Kanwil Kemenag Aceh itu dan bergantian melihat detik-detik gerhana bulan. Selain menggunakan alat yang telah disiapkan tersebut banyak juga masyarakat yang melihat langsung.

Pakar Falakiyah Kanwil Kemenag Aceh, Alfirdaus Putra menjelaskan waktu terjadinya gerhana bulan tersebut untuk wilayah Aceh yaitu pada Pukul awal penumbral 17.51.15 WIB, awal kontak gerhana 18.48.16 WIB, mulai gerhana total 19.51.05 WIB. Puncak gerhana total Pukul 20.29.59 WIB, akhir gerhana total 21.07.53 WIB, akhir kontak gerhana 22.11.41 WIB dan akhir penumbral 23.08.27 WIB.

Ia menambahkan bahwa masyarakat dapat menyaksikan fenomena tersebut dapat melihat langsung ke arah bulan purnama.

"Bulan purnama yang seharusnya berwarna putih terang akan sedikit gelap, bahkan agak kemerah-merahan. Jika suasana pada malam itu cerah ukuran bulan purnama ketika gerhana kali ini terlihat lebih besar dari biasanya yang disebut dengan fenomena supermoon. hal ini karena posisi bulan lebih dekat dengan bumi," kata Alfirdaus.

Begitupun masyarakat di Kabupaten Aceh Tamiang, tidak meninggalkan kejadian langka tersebut. Meskipun tidak ada teleskop di beberapa kecamatan seperti Kecamatan Kota Kualasumpang, Karang Baru dan Rantau sangat antusias mengikuti berlangsungnya rangkaian kejadian blue blood moon.

Andi (50) mengatakan, dirinya sangat antusias ingin mengikuti jalannya gerhana blue blood moon sampai habis, mengingat fenomena itu hanya terjadi 150 tahun sekali.

Tidak hanya Andi yang antusias, Firman (32) warga Kecamatan Karang Baru, Aceh Tamiang, dua hari sebelum kejadian, sudah menyiapkan tropong serta kamera foto untuk sekedar mengabadikannya. 

"Ini kejadian sangat langka, jadi tidak ada salahnya kita abadikan, sebagai dokumentasi pribadi untuk kenang-kenangan. Apalagi ini kejadian sangat penomenal dimana bulan menutupi matahari secara penuh, sehingga menimbulkan warna kemerah-merahan," kata Firman. 

Peristiwa langka gerhana bulan itu yang mulai muncul di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) sekitar pukul 19.00 WIB dan disaksikan dengan jelas oleh ribuan masyarakat.

Sepanjang jalan nasional dari Blangpidie, Ibukota Kabupaten Abdya hingga memasuki perbatasan Kabupaten Aceh Selatan dipenuhi masyarakat yang menyaksikan peristiwa "super blue blood moon" dengan mata telanjang tanpa menggunakan alat teropong bulan.


Namun di sisi lain, di saat gerhana total terjadi, justru sebagian besar warga mengambil hikmah dari peristiwa alam tersebut yakni dengan melaksanakan shalat gerhana (khusuf) dan pengajian di masjid-masjid.

Para ulama dan umara serta umat berbaur meramaikan masjid di seluruh wilayah di Aceh untuk menunaikan Sunnah Nabi Muhammad SAW.

"Kita tidak tahu dibalik kejadian ini apa, jadi mari kita ambil hikmahnya, sudah banyak tanda tanda akhir zaman, tetapi kita tidak bisa membaca tanda-tanda zaman itu," jelas Imam Mukim Pulau Tiga, Kecamatan Tamiang Hulu, Aceh Tamiang, Mu`ad.

Ia mengatakan, sudah banyak tanda-tanda bahwa bumi ini sudah semakin tua, banyak gunung berapi meletus, bencana dimana-mana, lebih banyak perempuan dari laki laki, perempuan menjadi laki dan sebaliknya. 

Itu semua, kata Mu`ad merupakan tanda-tanda akhir zaman, apakah blue blood moon ini juga bagian dari tanda-tanda akhir zaman. 

"Untuk itu, dalam mengambil hikmahnya, panjatkan doa kepada Allah SWT, lakukan takjiah di masjid-masjid agar umat dijauhkan dari marabahaya," tegasnya. 

Khatib salat gerhana di Masjid Agung Baiturrahim, Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara, Dr Tgk H Syeh Abdul Manan dalam tausiahnya menyatakan, gerhana bulan ini adalah sebuah tanda keagungan Allah SWT.

"Ini adalah sebuah tanda keanggungan Allah SWT, untuk menunjukkan kepada kita hambanya yang lemah. Maka perbanyaklah ibadah, mintalah ampunan kepada Allah SWT," tuturnya.

Dikatakan, Nabi Muhammad SAW dalam haditsnya juga meminta umat Islam untuk memperbanyak istigfar, takbir, sedekah dan salat khusuf, juga perbanyak amalan-amalan lainnya, apabila melihat sebuah gerhana.

Pimpinan Pondok Pesantren Madinatul Fata, Desa Ie Lhob, Kecamatan Tangan-Tangan, Abdya, Abu Nasrullah Aja mengatakan, ketika gerhana tiba umat muslim di seluruh dunia disunahkan untuk melaksanakan sholat khusuf.

"Sholat khusuf ini berbeda dengan sholat fardhu, dan sholat-sholat lainnya. Kalau sholat gerhana ini dua rakaat empat kali membaca fatihah. Setiap satu rakaat dua kali baca fatihah," ungkapnya.

Kemudian, lanjut Abu Nas, sebelum melaksanakan sholat khusuf berjamaah terlebih dahulu dikumandangkan azan secara bergiliran, dan berkali-kali sebagai bentuk mengagungkan kebesaran Allah SWT.

"Masyarakat Abdya umumnya warga Aceh sejak dahulu hingga sekarang selalu mengumandangkan azan di mana-mana, kemudian warga melaksanakan sholat khusuf berjamaan, memperbanyak zikir, dan berdoa pada Allah SWT jika terjadinya gerhana bulan," ujarnya.

Nelayan tidak melaut
Peristiwa alam tersebut juga disikapi postif para nelayan di Aceh. Mereka pada malam itu sepakat tidak melaut, untuk mengindari hal-hal yang tidak diinginkan. 

"Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan saat berada di laut, maka para nelayan mengurungkan niatnya melaut pada Rabu malam," kata Panglima Laot Lhok Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan, Syafii Jamal.

Langkah itu dilakukan pihaknya karena berdasarkan informasi yang dilansir pihak Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), kejadian gerhana bulan akan berdampak tingginya golambang disertai angin kencang.

"Terlebih lagi akibat gerhana bulan tersebut juga mengakibatkan gelap gulita sehingga mengganggu jarak pandang para nelayan saat berada di tengah laut," ujarnya.

Syafii mengaku imbauan tersebut merupakan kebijakan khusus yang diterapkan pihaknya setiap ada informasi akan terjadi gerhana bulan.

"Kalau pelarangan khusus dari pihak Pemkab Aceh Selatan melalui dinas terkait memang tidak ada. Tapi ini memang kebijakan Panglima Laot saja yang mengimbau para nelayan," sebutnya.

Meskipun demikian, lanjut dia, biasanya sesuai hukum adat yang berlaku setiap imbauan yang disampaikan pihak Panglima Laot mendapat perhatian serius dari para nelayan.

"Di lembaga Panglima Laot ada namanya hukum adat. Setiap nelayan wajib mematuhinya. Karena hal ini untuk kepentingan bersama. Jika ada diantara para nelayan yang mengalami kecelakaan dilaut menjadi tugas dan tanggungjawab panglima laot untuk mengkoordinasikan proses penyelamatan terhadap nelayan tersebut," tegasnya.

Salah seorang nelayan yang dijumpai di PPI Lhok Bengkuang, Aceh Selatan, Uteh mengaku tidak melaut setelah menerima imbauan dari Panglima Laot Lhok Tapaktuan agar tidak melaut saat terjadi gerhana bulan.

"Kami tetap mematuhi himbauan yang telah disampaikan tersebut. Sebab gerhana bulan tersebut merupakan bagian dari tanda-tanda atau kode alam yang terjadi. Jikapun para nelayan sedang berada di tengah laut, segera akan kembali ke darat jika muncul tanda-tanda alam tertentu," ungkapnya.

Menurut dia, kebiasaan selama ini pihaknya yang menggunakan boat ukuran 30 GT ke atas pergi melaut sekitar pukul 21.00 WIB atau menjelang tengah malam. Mereka baru kembali lagi ke darat setelah satu atau dua minggu mencari ikan di laut lepas. Namun karena terjadi gerhana bulan, maka kegiatan melaut rencananya baru akan dilakukan seusai gerhana bulan.

"Sebenarnya barang-barang kebutuhan melaut selama beberapa minggu telah stanby dan telah dimuat ke dalam boat. Namun karena telah ada himbauan dari Panglima Laot terpaksa kami tunda dulu berangkat. Kemungkinan akan berangkat setelah selesai menunaikan shalat gerhana bulan," paparnya.


Namun di sisi lain, di saat gerhana total terjadi, justru sebagian besar warga mengambil hikmah dari peristiwa alam tersebut yakni dengan melaksanakan shalat gerhana (khusuf) dan pengajian di masjid-masjid.

Para ulama dan umara serta umat berbaur meramaikan masjid di seluruh wilayah di Aceh untuk menunaikan Sunnah Nabi Muhammad SAW.

"Kita tidak tahu dibalik kejadian ini apa, jadi mari kita ambil hikmahnya, sudah banyak tanda tanda akhir zaman, tetapi kita tidak bisa membaca tanda-tanda zaman itu," jelas Imam Mukim Pulau Tiga, Kecamatan Tamiang Hulu, Aceh Tamiang, Mu`ad.

Ia mengatakan, sudah banyak tanda-tanda bahwa bumi ini sudah semakin tua, banyak gunung berapi meletus, bencana dimana-mana, lebih banyak perempuan dari laki laki, perempuan menjadi laki dan sebaliknya.

Itu semua, kata Mu`ad merupakan tanda-tanda akhir zaman, apakah blue blood moon ini juga bagian dari tanda-tanda akhir zaman.

"Untuk itu, dalam mengambil hikmahnya, panjatkan doa kepada Allah SWT, lakukan takjiah di masjid-masjid agar umat dijauhkan dari marabahaya," tegasnya.

Khatib salat gerhana di Masjid Agung Baiturrahim, Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara, Dr Tgk H Syeh Abdul Manan dalam tausiahnya menyatakan, gerhana bulan ini adalah sebuah tanda keagungan Allah SWT.

"Ini adalah sebuah tanda keanggungan Allah SWT, untuk menunjukkan kepada kita hambanya yang lemah. Maka perbanyaklah ibadah, mintalah ampunan kepada Allah SWT," tuturnya.

Dikatakan, Nabi Muhammad SAW dalam haditsnya juga meminta umat Islam untuk memperbanyak istigfar, takbir, sedekah dan salat khusuf, juga perbanyak amalan-amalan lainnya, apabila melihat sebuah gerhana.

Pimpinan Pondok Pesantren Madinatul Fata, Desa Ie Lhob, Kecamatan Tangan-Tangan, Abdya, Abu Nasrullah Aja mengatakan, ketika gerhana tiba umat muslim di seluruh dunia disunahkan untuk melaksanakan sholat khusuf.

"Sholat khusuf ini berbeda dengan sholat fardhu, dan sholat-sholat lainnya. Kalau sholat gerhana ini dua rakaat empat kali membaca fatihah. Setiap satu rakaat dua kali baca fatihah," ungkapnya.

Kemudian, lanjut Abu Nas, sebelum melaksanakan sholat khusuf berjamaah terlebih dahulu dikumandangkan azan secara bergiliran, dan berkali-kali sebagai bentuk mengagungkan kebesaran Allah SWT.

"Masyarakat Abdya umumnya warga Aceh sejak dahulu hingga sekarang selalu mengumandangkan azan di mana-mana, kemudian warga melaksanakan sholat khusuf berjamaan, memperbanyak zikir, dan berdoa pada Allah SWT jika terjadinya gerhana bulan," ujarnya.

Peristiwa alam tersebut juga disikapi postif para nelayan di Aceh. Mereka pada malam itu sepakat tidak melaut, untuk mengindari hal-hal yang tidak diinginkan.

"Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan saat berada di laut, maka para nelayan mengurungkan niatnya melaut pada Rabu malam," kata Panglima Laot Lhok Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan, Syafii Jamal.

Langkah itu dilakukan pihaknya karena berdasarkan informasi yang dilansir pihak Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), kejadian gerhana bulan akan berdampak tingginya gelombang disertai angin kencang.

"Terlebih lagi akibat gerhana bulan tersebut juga mengakibatkan gelap gulita sehingga mengganggu jarak pandang para nelayan saat berada di tengah laut," ujarnya.

Syafii mengaku imbauan tersebut merupakan kebijakan khusus yang diterapkan pihaknya setiap ada informasi akan terjadi gerhana bulan.

"Kalau pelarangan khusus dari pihak Pemkab Aceh Selatan melalui dinas terkait memang tidak ada. Tapi ini memang kebijakan Panglima Laot saja yang mengimbau para nelayan," sebutnya.

Meskipun demikian, lanjut dia, biasanya sesuai hukum adat yang berlaku setiap imbauan yang disampaikan pihak Panglima Laot mendapat perhatian serius dari para nelayan.

"Di lembaga Panglima Laot ada namanya hukum adat. Setiap nelayan wajib mematuhinya. Karena hal ini untuk kepentingan bersama. Jika ada diantara para nelayan yang mengalami kecelakaan dilaut menjadi tugas dan tanggungjawab panglima laot untuk mengkoordinasikan proses penyelamatan terhadap nelayan tersebut," tegasnya.

Salah seorang nelayan yang dijumpai di PPI Lhok Bengkuang, Aceh Selatan, Uteh mengaku tidak melaut setelah menerima imbauan dari Panglima Laot Lhok Tapaktuan agar tidak melaut saat terjadi gerhana bulan.

"Kami tetap mematuhi himbauan yang telah disampaikan tersebut. Sebab gerhana bulan tersebut merupakan bagian dari tanda-tanda atau kode alam yang terjadi. Jikapun para nelayan sedang berada di tengah laut, segera akan kembali ke darat jika muncul tanda-tanda alam tertentu," ungkapnya.

Menurut dia, kebiasaan selama ini pihaknya yang menggunakan boat ukuran 30 GT ke atas pergi melaut sekitar pukul 21.00 WIB atau menjelang tengah malam. Mereka baru kembali lagi ke darat setelah satu atau dua minggu mencari ikan di laut lepas. Namun karena terjadi gerhana bulan, maka kegiatan melaut rencananya baru akan dilakukan seusai gerhana bulan.

"Sebenarnya barang-barang kebutuhan melaut selama beberapa minggu telah stanby dan telah dimuat ke dalam boat. Namun karena telah ada himbauan dari Panglima Laot terpaksa kami tunda dulu berangkat. Kemungkinan akan berangkat setelah selesai menunaikan shalat gerhana bulan," paparnya.


Sumber:Antaraaceh.com



Loading...
Berita Terkait +
Loading...
TULIS KOMENTAR +
TERPOPULER +
1

Longsor di Kawasan Tahura, Arus Lalulintas Berastagi - Medan Macet Total, Kasi Humas Aiptu Budi Sastra Surbakti: Tetap Waspada dan Hati Hati

2

Danramil 05/PY Letda Inf Sahnan Tambunan Hadir Saat Proses Mediasi Siswa SMA N Tiganderket Disaksikan Kacab Wilayah IV

3

Terlibat Dalam Perkelahian, Danramil 05/PY dan Kapolsek Payung Berhasil Memediasi Siswa SMA N 1 Tiganderket

4

Dukung Ketapang, Forkopimda Kabupaten Karo Launching Gugus Tugas Polri Program Prabowo dan Gibran

5

Prajurit Batalyon 125/Si