Sejarah dan Prosesi Mandai Ulu Taon Suku Mandailing di Negeri Melayu Rohul
Beginilah Prosesi Mandai Ulu Taon Suku Mandailing dan Sejarah di Negeri Melayu Rohul
Petunjuk7.com - Tradisi Mandai Ulu Taon atau makan bersama masih menjadi warisan yang dijunjung tinggi keturunan Suku Mandailing khususnya, warga Napituhuta yang mendiami Negeri Melayu Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) sejak zaman kerajaan dulu.
Tradisi Mandai Ulu Taon yang juga merupakan warisan turun temurun ini biasanya diperingati setiap tahun, sebagai wujud rasa syukur kepada sang maha pencipta atas karunia yang diberikan kepada mereka yang melakukan panenan.
Setiap tahunnya, prosesi tradisi adat Mandailing itu juga dilakukan bersama keturunan raja-raja lainnya di Napituhuta serta Raja Melayu di Luhak-Luhak yang ada di seputaran Rambah serta pimpinan pemerintahan.
Konon, menurut cerita dari para sesepuh suku ini, Mandai Ulu Taon juga dimaksudkan untuk mengingat seorang Raja Mandailing Perempuan yang bernama Boru Namora Suri Andung Jati.
Menurut sejarah, Raja perempuan Boru Namora Suri Andung Jati pergi ke alam kayangan dengan meninggalkan jejak kakinya yang saat ini masih bisa dilihat di Bagas Rarangan Huta Haiti atau di Dusun Kaiti, desa Rambah Tengah Barat (RTB), Kecamatan Rambah.
Boru Namora Suri Andung Jati yang bermarga Nasution di ceritakan merupakan seorang raja sebuah kerajaan di Padang Galugur, Panyabungan (Tapanuli Selatan) pada abad XIV.
Namun, karena disana terjadi peperangan saudara, maka untuk menghindari perang tersebut Boru Namora Suri Andung Jati mengungsi dan membawa pengikutnya menuju tanah melayu Pasir Pengaraian.
Kemudian disana, Boru Namora dan Panglima Perang dari Raja Perempuan tersebut dikenal dengan nama Sutan Laut Api yang juga bermarga Nasution, serta pengikutnya mendiami dan mendirikan sebuah perkampungan dengan nama Huta Haiti. Jaraknya berkisar 3 kilometer dari Pasir Pengaraian.
Pada saat kerajaan Rambah terjadi peperangan dengan kerajaan Melayu Rokan, maka warga Mandailing yang dipimpin Boru Namora Suri Andung Jati membantu kerajaan Rambah dan atas bantuan dari bala tentara Napitu Huta maka kerajaan Rambah memenangkan pertempuran tersebut.
Sebagai ungkapan rasa terima kasih atas bantuan itu, Raja Rambah menghadiahkan tanah wilayat dengan istilah Aur Serumpun Tanah Sebingkah kepada tiap tiap kampung Mandailing se Napitu Huta, yang tetap menjaga adat istiadat dan bahasa mandailing.
Masyarakat Napitu Huta hidup tentram berdampingan dengan raja Rambah dan masyarakat Melayu.
Berikut nama-nama Raja di Napitu Huta lebih di kenal dengan sebutan Sutan Naopat Mangaraja Natolu diantaranya:
- 1. Sutan Laut api (Marga Nasution) di Huta Kubu Baru.
- 2. Sutan Tuah (Marga Nasution) di Huta Haiti.
- 3. Sutan Silindung (Marga Nasution) di Huta Tangun.
- 4. Sutan Kumalo Bulan (Marga Nasution) di Huta Menaming.
- 5. Mangaraja Liang (Marga Nasution) di Huta Tanjung Berani.
- 6. Mangaraja Liang (Marga Nasution) di Huta Sunge Pinang.
- 7. Mangaraja Timbalan (Marga Lubis) di Huta Pawan
Menurut Kepala Desa Rambah Tengah Barat (RTB), Sopian Daulay menyebutkan, keunikan tradisi Mandai Ulu Taon itu, Makan Bersama dilakukan dengan menggunakan daun pisang sebagai piring tempat nasi, baik dia Raja Raja atau seorang pejabat maupun masyarakat biasa.
Untuk tahun ini, kata Sopian tradisi Mandai Ulu Taon diperingati warga Napitu Huta bersama Bupati Rohul, H Sukiman, Ketua DPRD Rohul serta kepala OPD Pemkab Rohul, Rabu (25/4/2018) di desa setempat.
"Dalam kesempatan itu, pak Sukiman dan Ketua DPRD pak Kelmi Amri di selubungkan ulos kebesaran suku Mandailing.
"Kita patut bersyukur tradisi ini masih tetap terjaga sampai sekarang. Dan kami sangat berterima kasih atas dukungan yang diberikan Pemkab Rohul," kisahnya. (FG/MCR).