Uji Materi di MK, Perluas Pasal Asusila Terkait LGBT Ditolak
Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi ketentuan Pasal 284, Pasal 285, dan Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur mengenai perzinaan, permerkosaan, dan pencabulan.
“Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat ketika membacakan amar putusan Mahkamah di Gedung MK Jakarta, Kamis (14/12).
Dalam pertimbangan hukumnya, MK berpendapat, pasal-pasal yang dimohonkan pengu-jiannya tidak bertentangan dengan UUD 1945, sehingga permohonan para pemohon dinilai tidak beralasan menurut hukum.
“Perihal perlu atau tidak dilengkapi hal itu sepenuhnya merupakan kewenangan pembentuk undang-undang melalui kebijakan pidana yang merupakan bagian dari politik hukum pidana,” ujar Hakim Konstitusi Maria Farida membacakan pertimbangan MK.
MK berpendapat bahwa gagasan pembaruan yang ditawarkan pemohon seharusnya diajukan kepada pembentuk undang-undang.
Mengenai dalil pemohon yang menyebutkan bahwa adanya kerusakan sistem tatanan sosial akibat perbuatan zina ataupun penyuka sesama jenis (LGBT) akibat kekosongan hukum, MK berpendapat bahwa kekosongan demikian seharusnya diisi melalui proses legislasi oleh pembentuk undang-undang.
Terhadap putusan Mahkamah tersebut terdapat empat orang hakim yang memiliki pendapat berbeda, yaitu Arief Hidayat, Anwar Usman, Wahiduddin Adams, dan Aswanto. Permohonan dari uji materi ini diajukan Guru Besar Institut Pertanian Bogor Euis Sunarti yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan sebagai pribadi, keluarga, dan masyarakat, atas berlakunya Pasal 284, Pasal 285, dan Pasal 292 KUHP. Hal berbeda disampaikan Ketua MK Arief Hidayat yang menyatakan perilaku homoseks merupakan tindak pidana dan harus diatur dalam KUHP.
Namun, pendapatnya kalah oleh 5 hakim konstitusi lainnya. Hal itu disampaikan saat menafsirkan Pasal 292 KUHP dalam putusan yang dimohonkan Euis Sunaryati.
Pasal itu hanya memidana perilaku homoseks orang dewasa dengan anak-anak. Adapun perilaku homoseks sesama orang dewasa bukanlah kejahatan. Arief sangat tidak sepakat dengan KUHP tersebut.
“Secara historis, pencantuman unsur objektif anak di bawah umur dari jenis kelamin yang sama dalam pasal a quo jelas merupakan ‘kemenangan’ kaum homoseksual dan sebagian anggota Tweede Kamer Belanda yang memang afirmatif terhadap praktik homoseksualitas,” kata Arief.
Sumber:Mediaindonesia.com