Menteri Perdagangan Akan Terbitkan Aturan Baru Terkait Gerai Ritel
Jakarta – Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Enggartiasto Lukita, mengaku sedang mengkaji solusi persaingan usaha antara ritel modern, pasar tradisional, dan warung dalam berusaha di Tanah Air.
Dalam waktu dekat Kemendag akan menerbitkan aturan baru yang bakal diusulkan dalam bentuk peraturan Presiden.
Enggar mengatakan, saat ini jumlah gerai ritel modern sudah mencapai 30 ribu di seluruh Indonesia. Namun lokasinya, diakui belum tertata dengan baik.
"Ini selalu kami pertentangkan antara warung, pasar tradisional dengan pasar ritel modern. Kalau dari sisi aturan, memang pembangunannya tidak boleh berdekatan. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa di mulut pasar tradisional, sebelah kiri Alfamart sebelah kanan Indomaret," kata Enggar di Museum Nasional Indonesia, di Jakarta, Rabu 4 Oktober 2017 dikutip dari Viva.co.
Enggar mengatakan, izin pembangunan gerai ritel yang menjamur itu, menurut dia, dikeluarkan pada saat menjelang pemilihan kepala daerah atau berakhirnya pilkada, sehingga lokasinya tidak tertata. Untuk itu, ke depannya Kemendag akan terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah.
"Kami tidak mungkin minta itu dibongkar, karena di sisi lain itu satu keniscayaan yang tidak mungkin dihentikan dan jadi bagian pelayanan masyarakat," kata dia.
Enggar pun mengatakan, pembukaan gerai itu memang memberikan kontribusi yang positif untuk penciptaan lapangan kerja. Hanya saja, pembangunan ritel di lokasi tertentu menyebabkan warung dan pasar nasional tergerus.
"Kami juga ada kenyataan yang tidak bisa dipungkiri, terjadi persaingan tidak sehat, pasar tradisional dan warung, makin lama makin tergerus. Sebenarnya karakter warung kalau di desa, dia buka 24 jam, karena tutup pun masih bisa diketok. Tetapi kenapa dia tidak berkembang dan kalah bersaing?" ujar dia.
Menurut dia, ada tiga hal yang menjadi kendala kalahnya warung dan pasar tradisional. Pertama, adalah tidak mendapatkan akses pada sumber barang dengan harga yang sama.
Kedua, pasar tradisional dan warung tidak memiliki akses modal, layaknya ritel modern, dan ketiga adalah perlunya revitalisasi pasar.
"Revitalisasi pasar, dengan keterbatasan dana yang ada kami lakukan pembangunan, di samping kami mengetuk hati kepada para pengusaha besar yang mau memberikan CSR (corporate social responsibility) nya untuk merenovasi di daerah yang bisa disatukan jadi tempat perdagangan," kata dia.
Sumber:Viva.co.