Petunjuk7.com - Pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berpotensi mengancam kelangsungan dunia usaha. Hal itu terjadi karena pelemahan kurs rupiah tersebut akan menambah biaya produksi terutama untuk bahan baku yang didatangkan dari luar negeri.
Untuk itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto meminta Bank Indonesia untuk segera mengantisipasi kondisi tersebut.
Pasalnya, jika tak segera diantisipasi efeknya bisa mengancam ke sektor-sektor lainnya.
"Ya itu utang nambah, yang penting itu harus stabil, karena kalau impor sudah pasti jadi lebih mahal," kata Airlangga di Jakarta, Selasa (24/3).
Seperti diketahui, selama 3 bulan terakhir (Januari - Maret), realisasi impor Indonesia didominasi oleh barang jenis bahan baku.
Impor bahan baku tersebut dianggap pemerintah sebagai sinyal mulai menggeliatnya industri dalam negeri.
Oleh karena itu, untuk menjaga momentum tersebut, Kementerian Perindustrian meminta Bank Indonesia supaya bisa mengantisipasi situasi tersebut.
"Kalau ekspor bisa ada tambahan. BI kan tugasnya menjahmga stabilitas mata uang," jelasnya.
Sebelumnya, Bank Indonesia menegaskan bahwa pelemahan rupiah bersifat meluas atau broadbased yang juga terjadi pada seluruh mata uang dunia.
“Mata uang AS yang pada hari Jumat kemarin menguat tajam terhadap semua mata uang dunia, termasuk rupiah, pada hari Senin ini kembali mengalami penguatan secara meluas atau broadbased," ujar Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo dalam siaran pers, Selasa pagi (24/4).
Sama seperti yang terjadi di hari Jumat (20/4), penguatan dolar AS pada Senin (23/4) masih dipicu oleh meningkatnya yield US treasury bills mendekati level psikologis 3,0% dan munculnya kembali ekspektasi kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) sebanyak lebih dari 3 kali selama 2018.
Agus mengungkapkan kenaikan yield dan suku bunga di AS itu sendiri dipicu oleh meningkatnya optimisme investor terhadap prospek ekonomi AS seiring berbagai data ekonomi AS yg terus membaik dan tensi perang dagang antara AS dan China yang berlangsung selama 2018 ini .
Sejalan dengan itu, pada hari Senin kemarin semua mata uang negara maju kembali melemah thd USD, antara lain JPY -0,25%, CHF -0,27%, SGD -0,35%, dan EUR -0,31%.
Dalam periode yg sama, mayoritas mata uang negara emerging market, termasuk Indonesia, juga melemah.
Untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah (IDR) sesuai fundamentalnya, Agus menegaskan Bank Indonesia telah melakukan intervensi baik di pasar valas maupun pasar SBN dalam jumlah cukup besar.
"Dengan upaya tersebut, rupiah pada Jumat (20/4) sempat terdepresiasi sebesar -0,70%, dan Senin (23/4) hanya melemah -0,12%," ungkap Agus.
Alhasil, depresiasi rupiah lebih rendah daripada depresiasi yg terjadi pada mata uang negara-negara emerging market dan Asia lainnya, seperti PHP -0,32%, India INR -0,56%, Thai THB -0,57%, MXN -0,89%, dan Afrika Selatan ZAR -1,06%.
Adapun BI sebelumnya menegaskan bahwa pelemahan rupiah bersifat meluas dan terjadi di hampir semua mata uang. Penguatan dolar Anarika Serikat dipicu oleh meningkatnya yield US treasury bills mendekati level 3,0%.
Sumber:Bisnis.com