• Follow Us On : 
IPI : Partai-partai Harus Berani Calonkan Kadernya Sebagai Presiden DR Jerry Massie MA, Ph.D. Foto:Petunjuk7.com/wa

Pilpres 2019

IPI : Partai-partai Harus Berani Calonkan Kadernya Sebagai Presiden

Jumat, 02 Maret 2018 - 10:20:34 WIB
Dibaca: 1868 kali 
Loading...

Petunjuk7.com - Pengamat dan Peneliti Politik "Indonesian Public Institute" (IPI) DR Jerry Massie MA, Ph.D menjelaskan, Partai-partai peserta Pemilihan Umum (Pemilu) hanya berani mencalonkan Wakil Presidennya berpasangan dengan Jokowi, ketimbang mencalonkan kadernya sebagai Presiden untuk bertarung pada Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2019 mendatang.

Jerry mengungkapkan, ada lima (5) faktor utama penyebabnya :

Pertama (1) papar Jerry, kurangnya confidence atau (percaya diri).

"Harusnya seperti Gerindra yang berani. Mereka bergaya fighter. Kalau di tinju dan gaya total football ala Belanda di sepak-bola," nilai Jerry kepada www.petunjuk7.com, Jumat (2/3) sesuai pers rilis yang diterima melalui pesan elektronik Whatapps.

"Ada sejenis imsomnia politik dengan lawan mereka Jokowi. Ini terlihat dengan memasangkan Baliho bersama Jokowi misalkan, Ketua Dewan Pembina Hanura Wiranto. Selain Prabowo dan PKS, dari internal belum ada yang menyatakan mengusung kadernya. Sebut saja Partai Golkar, Hanura, Nasdem, PKB, Demokrat dan yang lain," ulas Jerry.

Kedua (3) terang Jerry, kurangnya kaderisasi partai. Dalam hal ini partai-partai selain Golkar, kurang kaderisasi. Hanya pemimpin "single fighter" seperti Mantan Presiden SBY kemarin.

"Memang, kehadiran Agus agak terlambat. Sebelumnya, tidak dilakukan pengkaderan dengan baik. Secara kualitatiif dan kuantitatif perlu dilakukan. Antara faktor popularitas, elektabilitas dan akseptabilitas harus berimbang," tuturnya.

Untuk yang ketiga (3) kata Jerry, faktor syok dengan suara Presisential Threshold 20 persen DPR dan Nasional 25 persen.

Karena sebutnya, dengan disahkannya Peraturan Komisi Pemilihan Umum No.7 Tahun 2017 maka hanya akan ada 2 atau 3 calon yang bisa mengusung wakilnya.

"Hal ini yang membuat partai peserta Pemilu kewalahan dan tak berani mengusung calon internal. 'Berkaca' di Amerika, waktu Obama naik, dia bukan termasuk populer di Demokrat. Masih ada Hillary Clinton, tapi keberanian dan tekad yang mengehentar dia menjadi presiden ke-44 AS," ungkapnya.

Sedangkan yang keempat (4), ulas Jerry, faktor budgeting or Cost.

"Tak bisa dipungkiri dalam Pemilihan Presiden menghabiskan biaya triliunan. Apalagi calon tak punya sponsor. Beda di Amerika Serikat, masyarakat yang memberikan donasi kepada Calon Presiden mereka, baik Republik maupun Demokrat," katanya.

"Nah! sistem itu tak berlaku di Indonesia. Menurut data ICW, biaya kampaye Jokowi pada 2014 lalu Rp 312 miliar sedangkan Prabowo Rp 166 Miliar. Belum iklan di media, logistik, para saksi, baliho dan sebagainya. Itu bisa di atas 1 triliun. Namun ada bagusnya pengaturan biaya kampanye oleh KPU. Misalkan, di Jawa Barat biayanya maksimal bisa Rp 473 miliar, Nusa Tenggara Barat Rp75 M dan Sulawesi Selatan Rp74 Miliar. Kalau biaya kampanye Hillary Clinton dua kali lipat dana kampanye Donald Trump. Menurut laporan resmi otoritas AS dana kampanye Hillary hingga US$ 950 juta dan sudah mengucurkan US$ 178 juta untuk belanja kampanye. Trump yang telah menggalang dana sekitar US$ 449 juta, " sebut Jerry membandingkan.

Kemudian untuk yang kelimanya (5) adalah faktor tak berani ambil resiko. Memang tambah Jerry, Partai Politik (Parpol) yang ada, kurang berani dan takut gagal di Pilpres 2019.

"Maka short cut (jalan pintas) adalah jalan utama. Mereka takut untuk menantang Jokowi yang popularitasnya semakin naik dan sulit dikejar. Masyarakat bisa merasakan pembangunannya. Politik mengekor atau ikut rame lagi diperankan. Jadi melihat performa Jokowi membuat Parpol ketar-ketir untuk melawannya. Bagi saya mereka hanya cari save (aman) dengan afiliasi politik," tutup Jerry. (Petunjuk7.com/rls).



Loading...

Akses petunjuk7.com Via Mobile m.petunjuk7.com
TULIS KOMENTAR
BERITA TERKAIT
BERITA LAINNYA
Loading...
KABAR POPULER