Kontroversi Koopssusgab dan Perang Melawan Teror
Petunjuk7.com - Kontroversi pembentukan Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) terus mengemuka. Pihak pro dan kontra saling memberikan argumen terkait munculnya Koopssusgab ini.
Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan, meminta publik jangan berpolemik mengenai wacana pembentukan Koopssusgab untuk pemberantasan terorisme.
Menurut Arteria, wacana pembentukan Koopssusgab yang merupakan tim antiteror dari gabungan pasukan elite TNI ini sangat penting untuk membantu Polri memberantas terorisme.
Arteria mengatakan, pembentukan Koopssusgab yang mendapatkan persetujuan dari Presiden Joko Widodo ini dimaksudkan agar negara betul-betul hadir melindungi warganya dari potensi serangan teroris.
"Karena itu, wacana pembentukan Koopssusgab ini seharusnya diapresiasi, bukan malah dijadikan polemik," katanya pada diskusi “Polemik: Never Ending Terorist” di Cikini, Jakarta, Sabtu (19/5).
Politisi PDI Perjuangan ini menambahkan, jika makin banyak yang mendukung, kerja pemberantasan terorisme ini akan makin bagus.
‘’Wacana pembentukan Koopssusgab ini memperlihatkan bahwa negara hadir dalam pemberantasan terorisme,’’ kata Arteria.
Koopssusgab merupakan tim antiteror gabungan dari tiga matra TNI, yakni Satuan 81 Gultor Kopassus TNI AD, Detasemen Jalamangkara (Denjaka) TNI AL, dan Satuan Bravo 90 Paskhas TNI AU. Koopsusgab ini pernah ada, tetapi kemudian dibubarkan pada 2015.
Rencana pemerintah menghidupkan kembali Koopssusgab tak lepas dari aksi teror di sejumlah daerah di Tanah Air beberapa waktu belakangan. Kepala Staf Presiden Jenderal (Purn) TNI Moeldoko mengklaim Presiden setuju dengan rencana itu.
Pertama kali Koopssusgab dibentuk oleh Moeldoko pada 2015 saat masih menjabat sebagai panglima TNI. Koopssusgab terdiri atas personel-personel terbaik TNI dalam bidang pemberantasan terorisme, mulai dari Satuan 81 Gultor Kopassus TNI AD, Denjaka Korps Marinir TNI AL, dan Satuan Bravo Paskhas TNI AU.
Namun, penggunaannya hanya jika situasi berada di luar kapasitas Polri.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Choirul Anam mengatakan, pembentukan Koopssusgab melanggar hukum jika tidak disertai dengan payung hukum. Pembentukan Koopssusgab harus ditegaskan dengan keputusan politik dan dasar hukum yang jelas.
"Kalau sekarang, Koopsusgab digunakan tanpa ada payung hukum, ya, itu pelanggaran hukum, maka tidak bisa dilakukan," ujar Choirul, Sabtu (19/5).
Choirul mengatakan, seharusnya keberadaan Koopssusgab juga memperhatikan skala dan ancaman tertentu. Padahal, skala semacam itu selama ini belum pernah dirumuskan.
"Saya tidak ngomong kualitas kebiadaban teroris, tetapi ini kualitas ancamannya, kalau itu cukup dengan polisi, mengapa kita ribut-ribut pakai Koopsusgab. Maka, jelaskan dulu skalanya bagaimana, jangan tiba-tiba saja. Kalau terlalu reaktif, justru inilah yang diharapkan para teroris," ujar Chairul.
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera juga mengatakan Koopssusgab dapat menjadi blunder jika tidak memiliki payung hukum yang jelas. Menurut dia, pemerintah lebih baik mengaktifkan kembali petugas penjaga ketertiban dan keamanan masyarakat.
"Ide Koopssusgab secara tegas tanpa payung hukum itu blunder. Inilah yang diinginkan oleh teroris," ujar Mardani dalam diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu.
Mardani menilai, teroris justru akan senang jika pemerintah terkesan panik dan terburu-buru. "Teroris akan berpikir, 'Wah, keren, pemerintah panik,’" tuturnya.
Mardani mengingatkan, tujuan teroris adalah membuat kepanikan dan ketakutan. Tindakan terburu-buru pemerintah akan semakin menguatkan anggapan ada kepanikan atas rentetan serangan teroris baru-baru ini.
Mardani menilai kelompok penjaga keamanan masyarakat tersebut lebih dekat dengan masyarakat. Menurut dia, mayoritas teroris masih bermukim di Indonesia.
Jika ditangani dengan pendekatan kelompok masyarakat, kata Mardani, akan lebih efektif mendeteksi warga yang berpotensi menjadi teroris.
"Sebab, ini soal profiling mereka. Saya contohkan, ibunya ketua JAD di Jawa Timur (pelaku bom di Surabaya—Red) sudah tahu kalau perilaku anaknya berubah, tetapi dia tidak menyampaikan hal ini kepada orang lain, kepada RT, RW, atau masyarakat setempat. Maka, diperlukan pendekatan oleh masyarakat," ujarnya.
Wakil Ketua Panitia Khusus Revisi Undang-Undang Antiterorisme Supiadin Aries Saputra mengatakan, penghidupan kembali Koopssusgab TNI memang diperlukan.
"Kita tidak pernah melihat terorisme terjadi dalam tiga waktu berturut-turut dalam lima hari di Mako Brimob, tiga gereja di Surabaya, lalu rusunawa, Mapolres Riau. Koopssusgab ini dibentuk dalam rangka wujud kewaspadaan dan kesiapsiagaan TNI menghadapi ancaman terorisme yang semakin masif," ujar Supiadin, Sabtu.
Menurut Supiadin, serangan teror yang terjadi belakangan telah dirancang dengan baik. Oleh karena itu, penanganannya juga harus ditingkatkan. Sudah saatnya TNI turun tangan.
Politikus Partai Nasdem itu mengatakan, Polri juga telah meminta bantuan TNI untuk penanganan terorisme.
Namun, Supiadin menegaskan, keberadaan Koopssusgab tidak akan mengambil alih tugas Polri dalam penindakan.
"Sekali lagi, keberadaan Koopssusgab tidak untuk mengambil alih tugas Polri, apalagi intervensi, tapi sepenuhnya proporsional dan profesional," ujar Supiadin.
Sumber:Republika.co