Pengamat Ekonomi: Ada Pemburu Rente dari Kebijakan Impor Pangan
Petunjuk7.com - Awal tahun 2018 lalu, pemerintah membuka keran impor beras sekitar 500.000 ton. Selain beras, terdapat sejumah komoditas pangan lain yang diimpor.
Pengamat ekonomi Rizal Ramli, menilai, jika memang harus mengimpor bahan pangan, juga harus melihat waktunya. Ia menilai, kebijakan impor di awal tahun bukan waktu yang tepat. "Kalau perlu banget, saya tidak keberatan impor, tapi timing-nya diatur. Saat paceklik baru impor," ujar Rizal, Sabtu (5/5).
Rizal mengatakan, pemerintah mengimpor komoditas pangan saat petani lokal justru tengah memanen.
"Kebijakan itu, tentu menyebabkan harga anjlok dan merugikan para petani," tambahnya. Ia mencontohkan kejadian di Brebes beberapa bulan lalu. Pemerintah memutuskan impor bawang justru ketika menjelang masa panen. Alhasil, harga bawang anjlok. Kemudian, saat panen selesai, impor malah berkurang, sehingga harga naik sekitar Rp 10.000.
Hal yang sama terjadi dalam kebijakan impor gula saat panen tebu, dan impor beras justru menjelang panen pada kuartal pertama tahun 2018 ini.
"Kalau impor karena cuaca dan lain-lain saya setuju, tapi tidak kalau kelangkaan ada dengan alasan dibuat-buat," ujarnya.
Mantan Menko Kemaritiman ini menilai ada pihak yang mengambil keuntungan dari impor bahan pangan.
Ia menghitung harga pangan yang diimpor ke Indonesia dua kali lipat lebih mahal dibandingkan harga pangan di negara lain.
"Pihak yang memperoleh kuota impor pangan tentu mendapat untung besar. Jadi, kemungkinan ada pihak-pihak yang sedang mencari dana," tudingnya.
Sumber:Kontan.co.id