Pelaku Pasar Mulai Mencermati Isu Politik
Petunjuk7.com - Sentimen politik mulai menghangatkan pasar saham. Akhir pekan lalu, beberapa saat sebelum perdagangan di bursa ditutup, PDI Perjuangan (PDIP) secara resmi mengumumkan rencananya mencalonkan kembali Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pemilu Presiden 2019 mendatang.
Pelaku pasar pun mulai mencermati isu-isu politik yang bergulir tahun ini. Sejauh ini, memang baru PDIP yang secara resmi menyatakan calonnya.
Sementara di partai lain, belum ada keputusan secara nasional. Gerindra misalnya, baru tingkat DPP yang mengajukan calon.
Majunya Jokowi sebagai calon dari PDI Perjuangan dalam Pilpres 2019 belum akan berdampak terhadap pasar saham dalam waktu dekat.
"Pelaku pasar sudah mengantisipasi pencalonan Jokowi di pemilu tahun depan," ujar Aditya Perdana Putra, analis Semesta Indovest, kepada KONTAN, Sabtu (24/2). Tak heran, akhir pekan lalu IHSG cuma naik 0,41% ke level 6.619,80
Toh, ia menilai, sejauh ini pasar cukup mengapresiasi berbagai langkah yang telah dilakukan Jokowi selama menjabat hampir empat tahun terakhir.
Beberapa program yang diapresiasi pasar di antaranya pembangunan infrastruktur, upaya peningkatan pendapatan dari pajak dan pemberantasan korupsi.
Meski begitu, pelaku pasar juga menilai Jokowi masih punya banyak tugas. Misalnya, ekonomi dinilai belum tumbuh signifikan.
Pelaksanaan paket kebijakan ekonomi juga dinilai belum maksimal. Daya beli juga melemah sepanjang tahun lalu. Plus, utang Indonesia membengkak untuk membiayai berbagai proyek infrastruktur.
Aditya menyarankan pelaku pasar tetap memperhatikan perkembangan jelang pemilu 2019 nanti.
"Sebab, langkah yang diambil partai koalisi dan lawan, serta perkembangan isu lainnya akan lebih berperan dalam mempengaruhi IHSG dibanding isu pencalonan Jokowi," papar dia.
Sentimen The Fed
Bukan hanya sentimen politik yang menjadi perhatian pasar. Isu eksternal seperti rencana kenaikan suku bunga The Fed juga akan jadi salah satu fokus utama pelaku pasar
. Hal ini berpotensi memberi dampak negatif bagi IHSG, setidaknya selama Maret nanti, saat The Fed diperkirakan mengumumkan kenaikan suku bunga pertamanya tahun ini.
Meski secara historis IHSG cenderung bergerak positif pada Maret, Analis Samuel Sekuritas Muhammad Alfatih menilai, keadaan mungkin berubah di Maret 2018 ini.
"Kenaikan Fed funds rate (FFR) berpotensi membuat IHSG terkoreksi," ungkap dia.
Namun, karena sudah diantisipasi pasar, dampak FFR hanya akan berpengaruh untuk sementara waktu.
Meski begitu, pasar harus tetap waspada, karena kenaikan suku bunga AS juga akan membuat investor asing menarik dana dari Indonesia.
Untungnya, laporan keuangan tahunan emiten dinilai masih akan menjadi penopang kuat sepanjang Maret mendatang.
"Secara teknikal pun IHSG masih berpeluang untuk naik selama bergerak di batas support 6.450 dan batas resistance 6.700." analisa Alfatih. Oleh karena itu, ia pun yakin indeks masih bisa mencapai 6.800-7.200 di akhir tahun nanti.
Menurut dia, adanya sentimen suku bunga AS akan membuat sektor keuangan cukup menarik.
Begitu pula sektor konstruksi dan properti, lantaran kecilnya kemungkinan Bank Indonesia untuk ikut menaikkan suku bunga acuannya.
Tetapi, menurut Alfatih, sebaiknya investor menghindari saham-saham blue chips untuk sementara waktu. Ini lantaran saham blue chips punya risiko koreksi, karena sudah naik tinggi sejak awal tahun lalu.
Walau isu politik dan The Fed membayangi pergerakan IHSG di tahun ini, Aditya masih yakin IHSG tetap bisa menembus 7.000 di akhir tahun nanti. Asalkan, IHSG masih ada di batas support 6.450 dan resistance 6.700.
Sumber:Kontan.co