Seorang kepala sekolah yang meraih prestasi terbaik skala nasional disorot. Dia kaget! Dan menilai ada kejanggalan atas tuduhan miring yang menimpanya.
Kampar - Bagi mantan Kepala SMPN 6 Siak Hulu, Miswadi Mueslih, yang kini menjabat sebagai Kepala SMPN 5 Kampar Kiri Hilir, Kabupaten Kampar, Riau merasa kaget atas pemberitaan oleh sumber berita.
"Berita yang terbit berimbang kok. Kita harus melihatnya objektif tentang persoalan baju di SMPN 6 Siak Hulu, " sebut Miswadi kepada www.petunjuk7.com, Sabtu (19/8) saat dimintai tanggapan yang dituding soal baju untuk murid baru di SMPN 6 Siak Hulu tahun 2016 silam.
Miswadi hanya kaget bahwa kinerjanya disorot, dia nilai tidak melalui proses prosedur oleh pihak yang melaporkan masalah ke DPRD Kampar.
"Wakil rakyat sah - sah saja menerima laporan. Akan tetapi, tetap objektif oknum yang membuat laporan ke wakil rakyat" imbau Miswadi.
Memang ungkapnya, peristiwa tentang baju sekolah di SMPN 6 Siak Hulu tersebut kala itu saat dia menjabat disana.
"Sampai sekarang, saya belum menerima undangan tentang baju di SMPN 6 Siak Hulu. Kalau tiba - tiba ada seperti itu, tentu saya menilai ada nilai politisnya. Karena saya telah menerima laporan, ada orang tua murid dipanggil ke sekolah. Katanya akan ada orang tua murid datang kepada saya menanyai tentang baju. Saya tunggu tidak ada datang sampai sekarang," tegasnya.
"Bagusnya saya ikut dipanggil ke sekolah yang didadakan pihak sekolah. Dan rapat itu harus turut dihadiri oleh panitia Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Siapa ketua dan bendahara. Apa sebenarnya terjadi. Ini kok langsung melapor ke DPRD Kampar. Tidak ada koordinasi ke saya. Seolah - olah saya lepas tanggungjawab. Saya jadi tersudutkan atau dipojok - pojokkan. Kan sebagaian baju sudah diberikan ke siswa. Jangan di 'kompor - kompori' orang tua murid. Kalau bisa, masalah kecil jangan di perbesar. Ada apa ini?" tanya Miswadi heran.
Sebab lanjut Miswadi, terkait baju para murid kala itu terjadi mutasi dadakan di SMPN6 Siak Hulu, setelah dia pulang menerima yang meraih prestasi terbaik Kepala Sekolah se-Indonesia dari International Human Resource Development Program untuk duabelas (12) Kepala Sekolah pada tanggal 19 Nopember 2016 silam, tentu katanya, loyal mengharumkan nama Propinsi Riau, khususnya Kabupaten Kampar.
"Sekitar Desember 2016 saya mendapat mutasi dadakan. Dan memasuki pertengahan Januari 2017 berganti jabatan ke SMPN 5 Kampar Kiri Hilir," ungkapnya.
Tentu, lanjut Miswadi setelah mendapat penghargaan Kepala Sekolah terbaik se-Indonesia, dia dapat kabar mutasi ke SMPN5 Kampar Kiri Hilir.
Padahal katanya, ketika mengingat proses pembangunan gedung SMPN 6 Siak Hulu saat pertama kali berdiri, ia berusaha berjuang keras memajukan sekolah dari mulai awal yang ada mendapat dan menerima bantuan dari negara Australia untuk Indonesia, Propinsi Riau, Khususnya Kabupaten Kampar, Kecamatan Siak Hulu, Desa Tanah Merah.
Namun ungkapnya, setelah muncul mutasi ke SMPN 5, wewenangnya di SMPN 6 Siak Hulu kandas. Dia harus mengabdi di SMPN 5 Kampar Kiri Hilir menunaikan tugas baru sehingga perlahan menyelesaikan segala tanggungjawab.
"Apakah secepat itu dengan mudah menyelesaikan tentang baju, pakai logika. Makanya harus objektif, " katanya.
Apalagi, meskipun di SMPN 5 Kampar Hilir , tidak hanya 19 Nopember 2016 silam meraih penghargaan dari International Human Resource Development Program untuk duabelas (12) Kepala Sekolah.
Toh, pada tanggal 8 Februari 2017 silam, kata Miswadi di SMPN 5 Kampar Kiri Hilir, dia tetap meraih prestasi terbaik Kepala Sekolah kategori penghargaan sepanjang masa kepada Kepala Sekolah yang berjasa membesarkan sekolah atau mengembangkan pendidikan, ditaja kembali oleh International Human Resource Development Programe untuk tigapuluh (30) orang Kepala Sekolah se-Indonesia.
"Karena saya siap tanggungjawab. Mereka (oknum - oknum-red) kan tahu saya pindah ke SMPN 5 Kampar Kiri Hilir. Prosesnya bukan cepat selesai" tandas Miswadi.
Untuk diketahui, DPRD Kampar menjadi tempat mengadu sejumlah orang tua siswa SMP Negeri 6 Siak Hulu. Mereka datang ke gedung dewan di Bangkinang Kota, Rabu (16/8/2017). Mereka diterima anggota DPRD Kampar dari Fraksi PPP, Anshor sesuai rilis tribun pekanbaru.
Zulheri, salah seorang di antara mereka, menceritakan kekesalan yang melatarbelakangi pengaduan tersebut.
Ini bermula saat anak mereka diterima di sekolah yang terletak di Desa Tanah Merah itu. Sekolah yang kala itu dipimpin Miswadi memungut sejumlah uang kepada siswa. Kini Miswadi diketahui telah pindah ke sebuah SMP Negeri di Kecamatan Kampar Kiri Hilir.
Pihak sekolah berdalih untuk membeliseragam Putih Dongker, Olahraga, Melayu dan Pramuka. "Setiap siswa baru diwajibkan membayar 1.400.000. Kurang sedikit pun nggak diterima dan nggak bisa diangsur," kata Zulheri.
Kala itu, siswa baru sekitar 140 orang. Semuanya harus membayar, tanpa terkecuali. Uang disetor kepada Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) bentukan sekolah.
"Tapi sampai anak kami naik ke Kelas VIII, baju olahraga, baju melayu dan baju pramuka belum juga diberikan," ungkap Zulheri.
Anehnya, selama lebih setahun, anak mereka hanya melakukan ukur ulang beberapa kali.
Sebenarnya, kata dia, persoalan ini telah beberapa kali ditanyakan kepada pihak sekolah. Namun Panitia PPDB sepertinya angkat tangan.
Berdasarkan pengakuan Panitia PPDB, semua uang disetorkan kepada Miswadi. Alasan Panitia, pembuatan seragam diurus langsung oleh Kepsek.
Mereka juga mencoba mencari solusi dari Kepala Sekolah yang baru, Tohir. Hasilnya tetap nihil.
"Bapak Kepsek yang baru, nggak bisa apa-apa karna nggak ngerti persoalannya," kata Zulheri.
Sedangkan Kepala SMP Negeri 6 Siak Hulu, Miswadi Mueslih mengakui pengadaanseragam yang bersumber dari orang tua siswa tahun ajaran 2016/2017. Namun ia menyebut ada unsur politis sehingga masalah ini mencuat.
Miswadi bahkan mendapat informasi bahwa ada pihak tertentu yang mendorong orang tua siswa mengadu ke DPRD Kampar.
"Bagaimana saya tidak bisa balik ke sekolah itu (SMPN 6 Siak Hulu) lagi. Begitulah politiknya," ungkapnya, Jumat (18/8/2017) sesuai rilis
tribun pekanbaru.
Kepala SMPN 5 Kampar Kiri Hilir ini mengaitkan pengaduan orang tua siswa keDPRD dengan urusan kepindahannya kembali ke SMPN 6 Siak Hulu. Ia merasa terbeban membangun sekolah yang dirintisnya sejak awal berdiri.
Ihwal seragam yang belum diserahkan kepada siswa, ia menyatakan siap bertanggung jawab. "Pasti akan selesaikan," tegas Miswadi. Ia tidak akan lepas tangan demi nama baiknya sebagai warga di sekitar sekolah.
Setakat ini, kata Miswadi, seragam Putih Biru Dongker dan Melayu telah dibagikan seluruhnya. Tinggal seragam Olahraga dan Pramuka. Itupun hanya sebagian dari sekitar 140 siswa. Seragam Olahraga sekitar 80 stel telah siap dicetak. Sisanya akan ia selesaikan.
"Baju Pramuka ikut terbakar pas sekolah terbakar. Tapi karna belum dibagikan, saya anggap tanggung jawab saya," ujar Miswadi. Sekolah itu terbakar 1 Januari 2017 lalu.
Ia dipindahkan ke SMPN 5 Kampar Kiri Hilir pada Desember 2016. Sejak pindah, ia mengakui kurang fokus menyelesaikan masalah seragam di sekolah lama yang dipimpinnya.
Miswadi bercerita, seragam awalnya dikerjakan di Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Kubang Jaya. Di tengah jalan, lanjutan pengerjaannya diserahkan kepada pihak sekolah.
"Makanya saya ukur ulang. Awalnya kan S, M, L (ukuran umum pakaian). Tapi anak (siswa) makin besar. Saya maunya ukuran sesuai (badan)," ujarnya. (tribunpekanbaru/Rij/P7)