Jakarta - Kinerja DPR RI di bidang legislasi dinilai kian melempem. Menurut catatan Forum Masyarakat Perduli Parlemen Indonesia (Formappi), hingga pertengahan 2017, tercatat baru dua rancangan undang-Undang (RUU) yang disahkan menjadi UU, yakni RUU Perbukuan dan RUU tentang Pemajuan Kebudayaan.
"Jika dibandingkan DPR di periode sebelumnya, ini bisa dibilang DPR terburuk untuk ukuran kinerja legislasi. Di tahun ketiga ini, harusnya DPR menggenjot kinerja, tapi baru dua RUU saja yang selesai," ujar peneliti Formappi Lucius Karus di Jakarta, Rabu (28/6).
Jika dibandingkan kinerja anggota DPR periode 2009-2014, Lucius mengatakan, kinerja DPR tahun ini juga kalah jauh. Pada tahun ketiga, DPR periode 2009-2014 mengesahkan lebih dari 40 RUU. Di sisi lain, sesuai dengan target Prolegnas 2017, tahun ini DPR menargetkan menuntaskan 50 RUU prioritas.
"Kinerja itu sulit disamai DPR periode ini. Kalaupun mereka menyelesaikan 10 RUU, baru sekitar 20 RUU yang disahkan hingga tahun ketiga. Padahal ini tahun puncak. Tahun 2018, mereka sudah siap-siap untuk pemilu legislastif dan mulai kampanye," jelas dia.
Lucius menduga, buruknya kinerja legislasi disebabkan gaduhnya 'Gedung Parlemen' karena tarik menarik kepentingan. Selain sibuk berbagi 'kue kekuasaan' dengan munculnya usulan penambahan pimpinan DPR, MPR dan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), anggota DPR juga sibuk membuka peluang bagi partai masing-masing via RUU Pemilu yang tak kunjung tuntas pembahasannya.
"Sepanjang tahun sibuk soal tambah pimpinan dan RUU Pemilu. Alhasil mereka tersandera karena kepentingan masing-masing. RUU lain yang penting dan juga dibutuhkan rakyat jadi terabaikan. Bisa dibilang DPR tahun ini juga tuli terhadap kritik," cetus Lucius.
Senada, pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indria Samego, mengatakan, kinerja DPR di bidang legislasi memprihatinkan. Hal itu tidak terlepas gaduhnya DPR karena kepentingan fraksi-fraksi tidak sinkron di sejumlah RUU yang urgen untuk diselesaikan, semisal RUU Pemilu dan RUU MD3.
"Makin banyak partai makin banyak kepentingan. Dari tiga fungsi, memang fungsi legislasi yang paling memprihatinkan. Mereka cenderung lebih mudah menjalankan fungsi pengawasan yang identik dengan fungsi pemerasan," ujar dia.
Indria pesimistis DPR bisa menutaskan target Prolegnas 2017 jika DPR tidak fokus menggenjot kinerja legislasi dan mengesampingkan kepentingan masing-masing. "Solusinya tak mudah karena banyak dipengaruhi faktor teknis dan ideologis. Apalagi kalau terdapat perbedaan tajam di antara anggota dewan. Titik koma saja bisa jadi masalah," tandasnya. (mediaindonesia.com)