Pekanbaru - Sekretaris Komisi A DPRD Riau, Suhardiman Amby, meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengevaluasi Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial atau PIAPS untuk Provinsi Riau, karena dikhawatirkan hasilnya kurang akurat dan bisa memicu konflik ketika diterapkan.
"Luas daratan Riau 5,4 juta hektare, sudah ada 2,4 juta hektare diberikan izinnya untuk hutan produksi dan hutan tanaman industri. Sisanya sudah ada sawit dan lainnya. Ketika pemerintah menyatakan 1,4 juta hektare untuk perhutanan sosial Riau, yang perlu dipertanyakan adalah lahannya akan dimana lagi?," kata Suhardiman Amby pada diskusi "Percepatan Perhutanan Sosial untuk Rakyat Riau", yang digelar Koalisi Rakyat Riau di Pekanbaru, Rabu.
Ia mengatakan, penetapan areal perhutanan sosial melalui PIAPS dari Kementerian LHK seharusnya dilakukan dengan verifikasi manual, artinya langsung turun kelapangan. Dengan begitu, pelaksanan perhutanan sosial sebagai bagian dari program Tanah Objek Reformasi Agraria (TORA) bisa tepat sasaran seperti yang diamanatkan oleh Presiden Joko Widodo.
"Kalau dilakukan sembarangan, kemungkinan masyarakat adat tidak menjadi objek penerima TORA, melainkan pendatang yang merambah kawasan," katanya.
Suhardiman memberikan solusi, pemerintah bisa mengacu pada hasil Panitia Khusus (Pansus) Monitoring Perizinan Lahan DPRD Riau, yang pada 2016 sudah mendapati ada indikasi kuat 513 perusahaan sawit menyalahi aturan membuka lahan hingga seluas 1,8 juta Ha. Pansus juga sudah melaporkan temuan itu ke Kepolisian Daerah agar indikasi penggunaan lahan secara ilegal ini diusut.
"Perusahaan ini sudah menyalahi aturan dengan membuka lahan tanpa pelepasan kawasan hutan, tidak membayar pajak, artinya lahannya ilegal. Ini jadi pilihan alternatif yang bisa lebih mudah sebagai solusi lahan untuk perhutanan sosial," kata Suhardiman yang merupakan mantan Ketua Pansus Monitoring Perizinan Lahan tersebut.
Keakuratan peta PIAPS juga menjadi polemik karena luas perhutanan sosial, yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau pada 2017, jumlahnya lebih sedikit dari yang dikeluarkan oleh Kementerian LHK, yakni seluas 1.094.323 Ha.
Kepala Dinas LHK Riau, Yulwiriati Moesa, mengatakan PIAPS versi LHK seharusnya merupakan harmonisasi dari data yang dimiliki kementerian, pengajuan dari LSM dan masukan dari pemerintah provinsi. Sementara itu, PIAPS belum memperhitungkan perizinan yang dikeluarkan oleh bupati/wali kota.
"Peta perhutanan sosial harus diverifikasi, jangan sampai perhutanan sosial diberikan kepada para pendatang yang dibelakangnya cukong-cukong," tegasnya.
Ia menambahkan, Pemprov Riau tetap berkomitmen untuk mempercepat realisasi perhutanan sosial dengan segera membentuk kelompok kerja (Pokja) untuk menangani program tersebut. Berdasarkan data Kementerian LHK, Perhutanan Sosial ditargetkan mencapai 12,7 juta Ha secara nasional hingga 2019, namun realisasinya baru mencapai 449.104 Ha selama periode 2010-2014. Sementara itu, realisasi di Riau baru mencapai sekitar 20.000 Ha.(Antara.com)