Petunjuk7.com - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau merawat tiga bayi beruang madu liar yang sebelumnya telantar karena terpisah dari induknya.
Tiga ekor bayi beruang itu kini ditempatkan di kandang terpisah di klinik transit BBKSDA Riau di Kota Pekanbaru. Ketiganya dalam kondisi sehat, aktif dan akrab dengan manusia.
Tim medis BBKSDA Riau memberi mereka makan susu bayi lewat botol dan buah-buahan.
"Dalam tiga bulan terakhir sejak Agustus 2018, kami menerima bayi beruang madu. Jadi setiap bulan ada satu ekor yang dikirim ke sini," kata Dokter Hewan BBKSDA, Rini Deswita.
Petugas sudah memberi nama bagi setiap bayi beruang yang masing-masing diperkirakan berusia dua hingga tiga bulan itu.
Rini menjelaskan, bayi beruang pertama datang pada Agustus 2018 dari Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, dan diberi nama Marsha.
Beruang betina yang diperkirakan berusia tiga bulan itu terpisah dari induknya dan diserahkan oleh warga ke BBKSDA Riau.
Dua beruang lainnya berasal dari hutan tanaman industri PT Arara Abadi di Kabupaten Siak dan Pelalawan. Satu ekor yang diterima pada September 2018 diberi nama Madu, dan berkelamin jantan.
"Ketika tiba, madu kondisi badannya lemah dan sempat dirawat karena tidak mau makan," katanya.
Sedangkan, bayi beruang yang terakhir datang pada Oktober 2018 diberi nama Cemong dan diperkirakan baru berusia dua bulan. Bayi satwa yang dilindungi itu juga terlihat belum terbiasa minum susu pakai dot dari botol.
"Bayi beruang ini minum susu dari botol hingga usia 15 sampai 18 bulan. Untuk selanjutnya akan dilepasliarkan ketika usia dua tahun, karena pada umur itu mereka bisa mandiri," katanya.
Sebelumnya, Tim Forest Protection Arara Abadi bersama Tim Patroli Smart Yayasan Taman Nasional Tesso Nilo mengevakuasi seekor bayi beruang madu liar dari area hutan tanaman industri perusahaan di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau pada awal Oktober 2018.
"Iya benar, bayi beruang itu ditemukan oleh pekerja kontraktor kita dan kita melakukan sesuai prosedur standar operasi untuk menyelamatkannya," kata Humas PT Arara Abadi-Sinar Mas Forestry, Nurul Huda.
Direktur Eksekutif Yayasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Yuliantoni, mengatakan tim patroli yayasan mengetahui ada bayi beruang madu tersebut pada 5 Oktober 2018.
Satwa bernama latin helarctos malayanus tersebut sempat dipelihara oleh pekerja perusahaan yang menemukannya. Ia juga memberi makan susu kepada satwa yang kini bernama Cemong itu.
"Bayinya sehat, dan terlihat aktif. Tapi kita belum melakukan pemeriksaan lebih dalam mengenai perkiraan umur dan kelaminnya, karena kita sekadar merawatnya. Nanti dokter hewan BBKSDA yang akan memeriksanya," ujar Yuliantoni.
Ia menduga bayi beruang madu itu terpisah dari induknya karena konflik di habitatnya. Di lokasi penemuan satwa itu sedang ada aktivitas penebangan di hutan tanaman industri (HTI) Arara Abadi.
Menurut dia, beruang merupakan binatang yang bersifat soliter atau penyendiri, dan ketika ada penebangan menggunakan gergaji mesin dan alat berat, kemungkinan induk beruang yang ada di sekitar area itu mengalami stres dan ketika menghindar bayinya tertinggal.
"Daerah itu kemungkinan area jelajah beruang, dan kita lupa lihat kondisi sekitar," katanya.
Menurut dia, sejauh ini perusahaan industri kehutanan sebenarnya sudah menerapkan kewajiban membuat kawasan lindung atau kawasan bernilai konservasi tinggi di konsesi HTI.
Namun, kondisi kawasan itu terpisah-pisah sehingga perlu dipikirkan juga membuat koridor yang menghubungkannya untuk keamanan satwa dan manusia.
Selain itu, ia menilai perusahaan perlu memperbanyak tim khusus untuk memitigasi konflik satwa dengan manusia.
"Kalau ada tim khusus itu dan ada kawasan konservasi, dia (beruang) bisa berlindung di sana," katanya.
Ia menambahkan, populasi beruang madu di area konsesi perusahaan tersebut cukup banyak sehingga upaya lebih untuk mitigasi konflik sangat diperlukan.
Sumber:Antaranews.com