Petunjuk7.com - Mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono mengaku pernah tidur bersama dengan tumpukan tas ransel berisi uang sebanyak Rp20 miliar.
Hal itu diungkapkannya dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Gedung Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (4/4/2018).
"Jadi di tempat tidur saya, di pojokan ada tumpukan tas tidak beraturan. Tas ransel semua ada 33, itu isinya uang, tergeletak begitu saja," kata Tonny.
Tumpukan uang tersebut diakui Tonny berasal dari beragam sumber mulai dari pemberian perusahaan proyek pengerukan laut, uang milik istrinya, hingga uang menjadi narasumber di berbagai acara.
Tonny mengatakan setiap kali mendapatkan uang langsung ditaruh di dalam ransel, tanpa melihat isi pemberian uang tersebut.
"Saya tinggal di rumah dinas, Kompleks Mes Perwira Bahtera Suaka, Gunung Sahari, Jakarta Pusat. Di sana saya tinggal sendiri, karena istri sudah meninggal dunia pada Maret 2017," katanya.
Mendengar keterangan Tonny, lantas hakim menanyakan kepada Tonny terkait alasan uang tersebut disimpan di ransel dan ditaruh di kamar.
"Karena saya tidur di sana, yang mulia. Jadi tas ransel itu isinya uang, ada juga bahan presentasi saya. Saya tidak pernah hitung jumlahnya berapa, setiap dapat langsung taruh tas ransel. Dulu saya kira jumlahnya Rp 3-4 miliar. Pas dihitung KPK, jumlahnya Rp 18,9 miliar, ditambah uang di ATM, totalnya Rp20 miliar. Tahu begitu saya bisa beli rumah di Pondok Indah, saya kaget juga yang mulia," jelas Tonny.
Dalam perkara ini, Tonny didakwa menerima suap Rp2,3 miliar. Uang suap itu berkaitan dengan sejumlah proyek di Dirjen Perhubungan Laut.
Sedianya suap itu diberikan Adi Putra berkaitan dengan proyek pekerjaan pengerukan alur Pelabuhan Pulang Pisau Kalimantan Tengah tahun 2016 dan pekerjaan pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Samarinda Kalimantan Timur tahun 2016. Selain itu, pekerjaan pengerukan alur Pelayaran Pelabuhan Tanjung Emas Semarang TA 2017.
Uang suap itu diberikan melalui ATM. Adi Putra disebut memiliki banyak ATM untuk kepentingan suap tersebut, tetapi dengan nama lain.
Selain didakwa menerima suap, Tonny juga menerima gratifikasi senilai lebih dari Rp20 miliar. Gratifikasi itu diterima dalam pecahan berbagai mata uang asing dan barang berharga lainnya.
Atas perbuatannya, Tonny dijerat pasal Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sumber:Suara.com