• Follow Us On : 
Kebijakan AS, 'Perang' Dagang Momentum Naikkan Daya Saing Indonesia Foto:Koranjakarta.com

Kebijakan AS, 'Perang' Dagang Momentum Naikkan Daya Saing Indonesia

Senin, 05 Maret 2018 - 18:32:10 WIB
Dibaca: 2068 kali 
Loading...

Petunjuk7.com - Indonesia semestinya bisa memanfaatkan momentum perang dagang yang dipicu oleh kebijakan proteksionisme Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, untuk meningkatkan daya saing global.

Misalnya, apabila AS menolak produk asal Eropa atau negara lain, dan berniat memproduksi sendiri maka Indonesia bisa berperan dengan menjadi rantai suplai (supply chain) bahan bakunya.

“Sementara dengan Eropa kita bisa mengajak kerja sama dan berinvestasi di Indonesia. Selain kita mendapatkan transfer teknologi, diharapkan daya saing kita meningkat,” kata ekonom Indef, Achmad Heri Firdaus, di Jakarta, Minggu (4/3).

Dia menegaskan apabila terlambat mengantisipasi fenomena perang dagang itu maka ancaman Indonesia dijadikan target pasar pun tak terelakkan.

Apalagi, keberagaman tingkat sosial dan pesatnya pertumbuhan kelas menengah masyarakat Indonesia dinilai menjadi sebuah kelebihan bagi negara eksportir.

Di samping itu, lanjut Heri, apabila AS benar-benar menolak produk Eropa, maka pangsa pasar dari benua itu bakal menyusut sehingga mereka akan gencar mencari pasar potensial yang baru.

“Indonesia itu negara dengan penduduk dari berbagai latar belakang. Dari yang terkaya hingga paling miskin. Makanya, Indonesia bisa menjadi target pasar bagi negara mana pun,” tukas Heri. Ekonom Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Achmad Ma’ruf, menambahkan perang dagang akan memicu serangkaian aksi balasan yang makin menyulitkan perdagangan luar negeri.

Oleh karena itu, Indonesia dengan keterbatasan variasi produk dan pasar ekspor akan terkena imbasnya jika tidak segera berbenah. “Imbas pertama di soal perdagangan. Sudah sejak 1990-an kita bicara daya saing, ini saatnya langkah konkret agar kita punya bargaining position. Di saat perang, yang paling untung adalah dia yang memiliki posisi tawar pada semua raksasa dunia itu,” tegas dia.

Menurut Ma’ruf, imbas perang dagang pada kurs mata uang sudah sangat terasa tidak hanya di Indonesia, tapi juga di mayoritas emerging market lainnya. Di tengah ketidakpastian, mata uang negara yang ekonominya lemah akan makin tertekan. Investor akan bertindak mengurangi risiko dengan mengalihkan dana ke tempat yang dianggap lebih aman.

“Maka di sinilah peran ekspor menjadi krusial agar BI (Bank Indonesia) tidak terlalu banyak mengorbankan cadangan devisa untuk menjaga rupiah,” papar dia. Dia menambahkan, depresiasi rupiah bakal menambah biaya utang sehingga pemerintah perlu memberikan sinyal yang jelas soal pengelolaan utang, tidak jor-joran lagi seperti sebelumnya.

Dunia usaha juga akan menunda ekspansi karena biaya dana membengkak akibat tren kenaikan suku bunga. “Kembali lagi, yang terpenting adalah daya saing. Rupiah, bursa, investasi, suku bunga, semua berpangkal pada daya saing. Segera kita perbaiki, untuk jangka pendek maksimalkan segala lini,” jelas Maruf.

 UE Diancam

 Sementara itu, Presiden Trump terus menekan sejumlah negara mitra dagang AS. Dia mengancam akan mengenakan pajak bea masuk impor untuk kendaraan asal Eropa bila Uni Eropa (UE) membalas kebijakan tarif baja dan aluminium.

Pekan lalu, Trump mengungkapkan akan menerapkan bea masuk impor baja sebesar 25 persen, dan 10 persen untuk aluminium.

Kebijakan itu bertujuan melindungi produsen AS. Perkembangan terbaru ini semakin membuat rekan dagang globalnya mengkhawatirkan terjadinya perang dagang dunia.

“Jika UE ingin menaikkan lagi tarif tinggi dan halangan perdagangan yang sudah mereka terapkan saat ini terhadap perusahaan AS yang beroperasi di sana, kami akan mengenakan pajak terhadap mobil-mobil mereka yang dengan bebas masuk ke AS,” tulis Trump di akun Twitter-nya, Sabtu (3/3/).

“Mereka membuat mobil-mobil kita dan produk lainnya sulit untuk dijual di sana. Sungguh suatu ketidakseimbangan perdagangan yang besar!” lanjut Trump.

AS mengenakan tarif 2,5 persen untuk mobil-mobil yang dirakit di Eropa dan 25 persen bea masuk untuk kendaraan jenis van dan pick-up yang dibuat di Eropa.

Sementara itu, Eropa menerapkan bea masuk 10 persen untuk mobil buatan AS. Dalam sebuah acara penggalangan dana di Florida, AS, Trump mengkritik Eropa dan meminta mereka tidak menaikkan bea masuk. 

Sumber:Koranjakarta.com

 



Loading...

Akses petunjuk7.com Via Mobile m.petunjuk7.com
TULIS KOMENTAR
BERITA TERKAIT
BERITA LAINNYA
Loading...
KABAR POPULER