Jakarta - Ketua Dewan Pembina Universitas 17 Agustus 1945 atau (UTA’45) Rudyono Darsono meminta semua lapisan masyarkat Indonesia menjalankan apa yang telah dicanangkan Presiden Jokowi dalam melakukan revolusi mental pada dunia pendidikan sehingga tidak ada lagi masyarakat yang berharap mendapatkan ijazah palsu demi mendapatkan sebuah gelar pendidikan.
Rudyono mengatakan, adanya ijazah yang diduga palsu yang dimiliki sejumlah pejabat di Indonesia termasuk pejabat tinggi negara, telah menghancurkan dan merusak citra Universitas 17 Agustus 1945 (UTA’45).
Menurut Rudyono, berbagai upaya telah dilakukan pihaknya termasuk di antaranya dengan melaporkan kasus tersebut ke Kepolisian. Namun, laporan tersebut bukannya direspon untuk ditindak lanjuti sesuai prosedur yang berlaku, justru staf UTA’45 yang dikriminalisasi.
“ Tak hanya upaya kriminalisasi, pejabat dan petinggi negara itu juga berusaha memberangus izin UTA ’45,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (8/12/2017).
Rudyono menduga dengan diberangusnya izin UTA’45 atau bubarnya perguruan tinggi swasta tersebut yang dipimpinnya, para pemegang ijazah yang diduga palsu tersebut akan merasa nyaman dan tidak terusik lagi.
“Kalau UTA’45 terus berdiri, apalagi semakin berjaya, pihak-pihak yang memegang dan mempergunakan ijazah yang diduga palsu itu tidak merasa nyaman duduk dalam posisinya sebagai pejabat negara sekarang ini,” ujar Rudyono Darsono.
Rudyono Darsono menjelaskan, serangan pemegang ijazah palsu itu mulai muncul tahun 2011. Berawal saat berusaha melegalisirnya ke UTA’45. Pihak UTA’45 tentu saja menolak melegalisir karena memang sudah tak terbantahkan kepalsuannya. Hal itu justru menjadi pemicu penyerangan berkepanjangan terhadap UTA’45.
UTA’45 sempat menyikapinya dengan melaporkan ke kepolisian dugaan perbuatan pencemaran kehormatan kampus UTA’45. Ini pun tidak tindak lanjut sebagaimana ketentuan hukum yang berlaku.
Sumber:Indonews.id