Jurnalis Tanpa Hujatan
Jika engkau berani mengungkap kebenaran, langit pun akan bersumpah: melindungimu.
Perhatikan ini: Seorang penjahat sekalipun, akan menempuh cara terbaik dalam pekerjaannya. Meski dia tidak butuh perhatian, hujatanmu tidak akan memperbaiki suasana.
Ketidakhati-hatian, telah menjauhkan media dari kearifannya. Pengguna media atau media sosial terkesan memancing sisi terburuk kekuasaan saat freedom opinions direspon penjara.
Di bawah panji demokrasi, kebebasan bersuara dan berpendapat memang dijamin secara konstitusi. Tetapi, kemerdekaan itu tidak absolut dan harus berada pada bingkai etik dan kesantunan.
Beberapa Undang-undang menjadi koridor wujud kemerdekaan itu, yang merujuk pada konstitusi khususnya Pasal 28 Undang - undang Dasar 1945. Jurnalisme Indonesia secara spesipik memiliki rambu atau kode ethik paripurna yang diadopsi dari kitab suci.
Dalam eskalasi politik kontemporer, dinamika komunikasi acap lepas kendali. Lantas, arus penyampaian informasi begitu mudah terdistorsi.
Ketika wartawan memainkan perannya setengah hati, publik akan merespon lebih buruk. Menutupi sebagian informasi kepada publik, merupakan tindakan pelacuran. Sekaligus pengkhianatan terhadap peradaban.
Pers, mau tidak mau, mestinya terus menyajikan informasi kebenaran dan kejujuran tentang peristiwa kepada publik. Ini harga mati. Dan ini menuntut keberaniaan wartawan sejati.
Tanpa itu, hate speech (ujaran kebencian), satires (sindiran) serta ridicules (ejekan) menjadi segmen komunikasi kontraproduktif yang kian marak di tengah masyarakat kita.
Jika hujatan demikian mengarah kepada kekuasaan niscaya akan direspon secara hukum. Karena memang ada Undang-undang yang mengatur tentang itu.
Lantas, penangkapan individu yang hanya sebatas memposting spanduk kebencian terhadap presiden di facebook misalnya, menjadi ihwal yang lazim.
Di tengah iklim kekuasaan yang gamang saat ini, apapun dijadikan pegangan. Padahal, jika demokrasi masih menjadi urat nadi negeri ini, seorang pejabat publik (public official), harus kebal dengan kritik.
Seorang pemimpin tidak bisa menghindari public oversight, karena dia dipilih rakyat, dibiayai rakyat dan kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat.
Kenyataannya? Inilah kondisi kita hari ini. Jika situasi tidak fair ini direspon dengan hujatan, situasi akan memburuk.
Pada akhirnya, pers butuh strategi. Menempuh cara-cara santun 'tuk tetap menyuarakan kebenaran. Jangan takut! Karena kuasaan di langit akam memberimu perlindungan.
Penulis: Drs Elwahyudi Panggabean, MH.
-Direktur Pekanbaru Journalist Center.
-Direktur Riau Media Watch.
-Pemimpin Umum www.petunjuk7.com
-Mantan Wartawan Forum Keadilan dan lain - lain.
-Penulis Buku.
-Penulis aktif di media massa cetak, dan elektronik portal berita maupun blog, facebook, tweter dan lain - lain.