Diskusi Publik Milad KMI, Pengamat IPI: Pancasila Sudah Final Jangan Diobok-Obok Lagi
Petunjuk7.com - Hoaks terus merajalela jelang pemilihan presiden (pilpres) pada tanggal 17 April tahun 2019 mendatang dan ini merupakan penyakit modern yang bisa membunuh karakter manusia. Begitupula dengan radikalisme, intoleransi dan SARA.
Demikian dikatakan pengamat politik dari Indonesian Public Institute (IPI) DR. Jerry Massie, P.,Hd.,saat tampil sebagai narasumber pada diskusi publik Milad Kaukus Muda Indonesia (KMI) ke-10, di Hotel Sentral jalan Pramuka, Jakarta, Rabu (6/3/2019).
Menurut Jerry, kata 'hoaks' dalam bahasa aslinya 'hocus' yang berarti, mengelabui.
Jerry pun mencontohkan dalam 1 menit ada 3,3 juta pesan yang dikirim melalui facebook dan 43 juta WA dan berpotensi hoaks cukup banyak. Bukan hanya itu, konten hoaks di Indonesia mencapai 800 ribu. Dan selama 2019 ini saja sudah ada 62 konten hoaks yang terindentifikasi.
"Direktorat cyber crime mabes Polri saja sepanjang 2017 mencatat lalu menetapkan 10 tersangka dari 28 kasus hoaks, hate speech 171 tersangka 37, serta paham radikal 34 kasus yang dijadikan tersangka 4," jelas Jerry.
Selain hoaks ujarnya, adalagi yang bisa merusak demokrasi yakni, intoleran.
Lebih lanjut dia mengatakan, dari data yang dirilis Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah 2018 menunjukkan, sebanyak 63,07 persen guru memiliki opini intoleran pada pemeluk agama lain. Sedangkan guru yang mempunyai opini toleransi terhadap pemeluk agama lain mencapai 36,92 persen.
"Untuk masalah radikalisme kata Jerry, ada yang positif adapula yang negatif. Charles James Fox orang pertama yang mempopulerkan radikalisme pada tahun 1797. Dia menyerukan “Reformasi Radikal” dalam sistem pemerintahan di Britania Raya (Inggris). Reformasi tersebut dipakai untuk menjelaskan pergerakan yang mendukung revolusi parlemen di negara tersebut. Pada akhirnya ideologi radikalisme tersebut mulai berkembang dan kemudian berbaur dengan ideologi liberalisme," paparnya.
Sementara itu kata Jerry, data yang dirilis Setara Institute yang dipublikasikan 2015 lalu dimana survei sejumlah SMU Bandung dan Jakarta Survei dilakukan pada 9-19 Maret 2015, dengan sampel 114 SMU dari total 171 SMU di Jakarta dan Bandung yakni 76 SMU di Jakarta dan 38 di Bandung Metode yang interviewer spot check sebagai metode quality control dilakukan terhadap 20% dari sampel dilakukan simple random sampling. Dengan masing-masing sekolah diambil 6 siswa/siswi sebagai responden, dengan tingkat kepercayaan sebesar 95% dengan margin on error sebesar 4,7.
Faktanya, sebagian besar mereka mengaku pernah mendengar tentang gerakan ISIS. Hal ini mendapat respon sebesar 75,3% ya, 14,2% tidak pernah dengar dan 10,5% tidak tahu tentang ISIS.
Bahkan terang Jerry, sebuah survei yang dilakukan global The Pew Research Center pada 2015l lalu dari penduduk mencapai 255 juta orang, warga yang bersimpati pada ISIS tak kurang dari 10 juta orang.
"Jadi jika ada paham radikal yang ingin mengganti pancasila sebagai dasar negara maka kita harus lawan. Hal ini sudah final pada 1 Maret 1945 saat sidang BPUPKI, pidato Presiden Soekarno 1 Juni dan pada tanggal 22 Juni 1945 ditetapkanlah ideologi negara kita yakni pancasila lewat piagam Jakarta untuk itu tak bisa lagi diutak-atik," terangnya. (Hap/rls).