Ini yang Diprotes Ratna Sarumpaet Saat Luhut Berdialog dengan Keluarga Korban KM Sinar Bangun
Petunjuk7.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dibuat berang oleh aktivis perempuan, Ratna Sarumpaet, saat melakukan pertemuan dengan keluarga korban Kapal Motor (KM) Sinar Bangun di Posko Terpadu di Pelabuhan Tigaras, Kabupaten Simalungun, Sumut, Senin (2/7) siang.
Ratna memprotes penghentian pencarian korban dan evakuasi KM Sinar Bangun. Keduanya pun nyaris adu mulut.
Di tengah-tengah dialog antara Luhut Binsar Panjaitan, Tim SAR gabungan dan keluarga korban, tiba-tiba Ratna Sarumpaet masuk dan 'memotong' pembicaraan Luhut. Cekcok mulut antara keduanya pun tak dapat dihindari.
Ratna Sarumpaet yang datang ke dalam posko SAR gabungan meminta kepada tim SAR gabungan untuk tidak menghentikan pencarian dan evakuasi korban kapal KM Sinar Bangun.
“Ini bukan persoalan kalian, ini persoalan Nasional. Jangan ada yang berani menghentikan. Semua mayat diangkat baru boleh berhenti,” kata Ratna yang mengaku sebagai perwakilan keluarga korban.
Sebelum Luhut Binsar menjawab perkataan Ratna, salah seorang wanita yang mengenakan pakaian adat Batak membentak Ratna. Dengan nada tinggi, wanita itu mengatakan bahwa Ratna tidak mengerti persoalan di Danau Toba.
“Saya lebih paham soal Danau Toba. Jangan salahkan pemerintah. Masyarakat juga salah. Masyarakat juga ada salahnya, tidak membersihkan (Danau Toba),” teriak wanita yang merupakan warga sekitar Danau Toba itu.
Mendapat perlawanan dari masyarakat, Ratna bercetus agar wanita itu jangan mau dibayar. “Eh, kamu jangan mau dibayar,” kata Ratna menunjuk ke arah wanita tersebut.
“Tidak. Saya tidak ada dibayar, saya juga keluarga korban,” timpal wanita itu.
Selanjutnya, Ratna menyampaikan ingin berbicara dengan Menko Maritim Luhut Binsar. Namun permintaan itu ditolak mentah-mentah Luhut.
“Saya ingin berbicara dengan Luhut,” kata Ratna dengan nada rendah.
“Saya ngomong sama kamu nanti. Kamu bukan prioritas utama saya. Sayang ingin langsung berbicara dengan keluarga korban, tanpa perwakilan,” jawab Luhut.
“Kamu boleh ngomong macam-macam sama orang lain, jangan sama saya. Ngerti kau,” bentak Luhut dengan nada tinggi.
Melihat situasi mulai memanas, Ratna Sarumpaet kemudian digiring keluar dari Posko. Kemudian, Ratna diarahkan sejumlah petugas kepolisian untuk meninggalkan Posko Terpadu, agar cekcok mulut tidak berlanjut kembali. Namun, di luar Posko Ratna sang aktivis itu tetap berteriak-teriak.
“Saya tidak mau dihentikan, sebelum mayat semua ditemukan. Ini masalah kemanusian, karena masalah kemanusian bukan lokal di Tapanuli, bukan Lokal Indonesia. Namun internasional,” teriak Ratna.
Ratna mengatakan, bisa saja mengadu kepada Persatuan Bangsa-bangsa (PBB). Namun, hal itu tidak dilakukan, karena bisa dibicarakan secara baik-baik.
Sementara itu, dalam kunjungannya di Pelabuhan Tigaras tersebut, Luhut sempat melakukan tabur bunga di Perairan Danau Toba, untuk mengenang jasad para korban, yang masih dinyatakan hilang hingga saat ini.
“Saya memiliki ikatan emosional. Saya turut berduka cita atas kejadian ini. Mudah mudahan tidak terjadi lagi peristiwa seperti ini,” kata Luhut kepada wartawan.
Luhut mengakui kelemahan Pemerintah untuk melakukan pengawasan kapal motor penyebrangan sesuai dengan aturan dan tugasnya.
Sebab itu, Kapal Sinar Bangun melakukan pelayaran tidak sesuai standar pelayaran.”Inilah salah satu proses yang tidak bisa kita hindari, kalaupun ada salah. Saya mengakui ada juga kekurangan kita disana,” tutur Luhut.
Luhut menjelaskan, dari laporan Bupati Samosir Rapidin Simbolon yang dia terima, ada 59 pelabuhan di Danau Toba. Tapi, tidak dilakukan pengawasan secara keseluruhan.
Dengan itu, ia mengatakan akan dilakukan penataan secara maksimal dan tegas.”Jadi memang kerja sama masyarakat juga untuk lebih disiplin bersama sama kita perlukan,” kata Luhut.
Luhut mengatakan, Pemerintah Indonesia tengah melakukan pembangunan 4 unit kapal Feri penyebrangan di Danau Toba untuk tujuan menunjang pelayaran berstandar di Danau menjadi destinasi internasional itu.
“Pada sisi lain kami juga harus mengakui bahwa ada keterlambatan kita dalam membangun kapal Feri, walaupun sebenarnya kapal Feri yang pertama sudah selesai pada Oktober pada tahun ini,” ungkap Luhut.
Luhut mengatakan, pembangunan 4 kapal Feri itu menelan waktu lama sehingga proses pembuatannya dilakukan secara bertahap.
“Kemudian disusul Feri kedua ketiga dan keempat, tapi ternyata kita kalah cepat,” kata Luhut.
Dengan kejadian tenggelamnya KM Sinar Bangun yang menewaskan ratusan penumpangnya, Luhut dengan tegas mengatakan, Pemerintah melakukan penataan pelayaran di Danau Toba dengan memiliki standar pelayaran.
”Jadi sekarang kita perbaiki. Jadi sekarang harus ada manifest ada kir untuk kapal dan sekarang itu sudah berjalan,” kata Luhut.
Sedangkan, Kepala Kantor SAR Medan Budiawan mengatakan, Tim SAR sudah melakukan musyawarah dengan keluarga korban pada Minggu (2/7) soal penghentian pencarian korban tenggelam. Meski dengan perdebatan panjang, kata Budiawan, keluarga korban akhirnya pasrah.
“Kita sudah musyawarah, baik dengan keluarga korban dan pihak Pemkab Simalungun. Ada kesepakatan untuk mengikhlaskan korban yang masih hilang,” ujar Budiawan, Senin (2/7).
Kemudian, lanjut dia, keluarga juga sepakat dengan opsi dari Tim SAR untuk melakukan tabur bunga di Danau Toba. Pemkab Simalungun juga berjanji akan membuatkan monumen KM Sinar Bangun. Monumen itu akan berbentuk kapal, dengan nama dan tanggal lahir para korban.
“Pemkab Simalungun juga menjanjikan bantuan sebesar Rp2 juta per orang. Selain Pemkab, Kementrian Sosial juga memberikan bantuan Rp15 juta, ditambah bantuan dari Jasa Raharja,” kata Budiawan.
Sementara, pihak keluarga kebanyakan sudah ikhlas. Menurut salah seorang keluarga korban, Lasma, jikapun diangkat, bisa saja tubuh para korban bisa lepas dan tidak utuh lagi, karena posisi korban sudah terlalu lama di dalam air. “Lebih baik ini dihentikan saja. Kami juga gak tega lihat jasad anak kami kalau tidak utuh,” kata Lasma, yang kehilangan putrinya dalam tragedi itu.
Sri Santika, salah satu korban selamat sempat tidak setuju karena operasi akan dihentikan. Apalagi sebelumnya sudah ada temuan di dasar danau yang memastikan itu adalah KM Sinar Bangun.
Sri yang sedang berbadan dua kehilangan suaminya. Dia begitu terpukul sehingga terus meminta agar Tim SAR melakukan pencarian.
“Kalau ditanya pasti gak setuju. Tapi maunya dicari lah lagi. Saya tetap berharap suami dan teman-teman saya bisa ditemukan,” harapnya.
Lambok Simanjuntak, warga Tebingtinggi meminta hal yang sama, agar pencarian korban terus dilanjutkan.
“Kami berharap jenazah keluarga kami masih bisa ditemukan. Kami berharap pencarian terus dilakukan,” ujarnya yang kehilangan mertuanya, Ramli Simbolon (57) PNS yang bertugas di Kantor Bappeda Kabupaten Sergai, dan adik iparnya, Piter Simbolon (23) yang baru menyelesaikan wisuda di Perguruan Tinggi di Kota Pematang Siantar.
Sumber:Sumutpos.co