LPA Madina: Waspada, Orang Terdekat Sering Jadi Predator Seksual Terhadap Anak
Sumatera Utara - Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Mandailing Natal (Madina) Erwin Syah Pasaribu didampingi Ketua LPA Kecamatan Panyabungan, Fahrizal Sabdah Lubis mengatakan, pemerkosa atau pelaku kejahatan seksual terhadap anak sering sekali berasal dari lingkungan orang terdekat.
LPA menyampaikan, predator seksual umumnya berasal dari empat(4) lingkungan, yaitu; rumah (ayah tiri, ayah kandung, kakak, paman, tukang kebun, sopir mobil jemputan, dan kerabat dekat), sekolah (guru reguler, guru spiritual, penjaga sekolah, keamanan sekolah, tukang kebun, dan pengelola sekolah); lingkungan sosial (tetangga, pedagang keliling, dan teman sebaya); dan panti/boarding school(pengelola panti, pengasuh, dan sesama anak asuhan panti).
"Karena itu, diperlukan kewaspadaan," katanya Erwin kepada www.petunjuk7.com, saat mengadakan pertemuan dengan beberapa elemen masyarakat terkait kekerasan seksual terhadap anak di kantin Polres Madina, Jum'at (15/12)
“Stop kekerasan seksual ada anak,” tegas Erwin.
Pria kelahiran Kabupaten Madina, menghimbau para orang tua, termasuk semua pihak, mewaspadai sepak terjang predator seksual, yang bila situasi memungkinkan bakal melakukan kekerasan terhadap anak.
“Saat ini hampir tidak ada ruang yang aman dan nyaman bagi anak-anak untuk bermain,” ujarnya.
“Anak adalah seseorang yang berusia di bawah 18 tahun, termasuk yang masih dalam kandungan. Adapun hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara,” ujar erwin.
Erwin menuturkan anak sangat rentan terhadap segala bentuk eksploitasi, kekerasan, diskriminasi, dan penelantaran.
“Anak juga menjadi sosok yang lemah dan paling rentan dalam situasi apa pun dalam keluarga, masyarakat, dan negara," tuturnya.
Sedangkan, Fahrizal Sabdah Lubis, menambahkan, apabila ditinjau dari dampak psikologisnya, 79 persen korban kekerasan dan pelecehan seksual mengalami trauma yang mendalam, seperti; depresi, fobia, dan menarik diri dari lingkungan.
“Stres yang dialami korban dapat mengganggu fungsi dan perkembangan otaknya,” ucapnya.
Adapun empat jenis dampak trauma akibat kekerasan seksual yang dialami anak-anak itu adalah pengkhianatan (betrayal), merasa terancam, trauma secara seksual (traumatic sexualization), dan merasa tidak berdaya (powerlessness).
"Selain itu, korban kekerasan seksual umumnya merasa bersalah, malu, dan memiliki gambaran diri yang buruk," jelasnya. (Red/p7).