Petunjuk7.com - Anak rantau yang bermukim di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, Hartono Panggabean meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tapanuli Utara (Taput), Provinsi Sumatera Utara harus selektif mengawasi proses ganti rugi, terkait lahan yang menjadi lintasan tower tegangan tinggi yang berada di Desa Pansurnapitu, Kecamatan Siatas Barita.
Ia menjelaskan, permintaan tersebut agar menghindari sehingga tidak terjadi konflik ditengah masyarakat kelak.
"Karena disana kan rentan ranah adat. Pemerintah sebaiknya meneliti berkas atau administrasi kepemilikan lahan yang menjadi objek lintasan tower," pinta Hartono Panggabean yang leluhurnya berasal dari Desa Pansurnapitu kepada www.petunjuk7.com, Minggu (10/5).
Apalagi terangnya, dana ganti rugi lahan untuk Desa Pansurnapitu ditaksir mencapai Rp4 Milliar.
"Informasinya, dana ganti rugi mencapai Rp4 Milliar. Secara psikologis, pemerintah harus juga melihat kesana. Efeknya kesana. Jadi, jangan mengundang konflik ditengah masyarakat kedepannya. Apalagi ini masalah lahan yang rentan terkait ke tanah adat, sebagian. Ini sangat sensitif. Dan jangan pula, ada gugat menggugat ke pengadilan kelak. Padahal, sudah diganti rugi. Ini yang harus diperhatikan," ujarnya.
Untuk itu, Hartono yang juga Pemimpin Redaksi www.petunjuk7.com ini menyampaikan, kawasan Desa Pansurnapitu saat ini sebagian merupakan kawasan hutan yang dikelola turun temurun sebagai tumpuan masyarakat, mencari nafkah.
"Kemenyan dari sana dan lain lain yang merupakan hasil hutan. Jadi harus selektif di ganti rugi. Siapa nama - nama diganti rugi, apakah tidak sengketa dan lain. Dan memang benar pemilik lahan," tuturnya.
Sehingga katanya, proses ganti rugi tidak 'disusupi' oleh oknum - oknum yang mengaku sebagai pemilik lahan agar ikut diganti rugi.
"Program pemerintah harus didukung, tetapi pada tahap proses pembangunan, tentu harus diawasi apalagi terkait biaya ganti rugi. Dan diharapkan masyarakat tidak jadi korban. Apalagi, kehadiran calo - calo pengurusan tanah untuk mendapat keuntungan yang kadang berkompromi dengan oknum pemerintah," tegasnya.
Ditambahkan Hartono, pernyataan tersebut terkait pembangunan tiang (pole) dan menara (tower) melalui atau melintasi tanah, bangunan rumah, dan ruang udara hak milik masyarakat yang dipergunakan untuk menopang penghantar Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET).
"Intinya, lahan masyarakat di Desa Pansurnapitu yang terkena ganti rugi harus objektif diberikan ke masyarakat disana. Jangan pula nanti, meskipun alas haknya lengkap tetapi persil tanah jadi persoalan kedepan. Dan ini tentu kerap jadi ajang manfaat bagi para oknum - oknum yang ingin mendapatkan untung. Berkodok sah, tapi bukan alas hak yang benar. Modalnya sepucuk surat yang persilnya diragukan," bebernya.(R.Hermansyah).