Petunjuk7.com - Kampanye' ganti presiden 2019 mulai ramai beberapa waktu belakangan ini. Gerakan #2019GantiPresiden ini ingin melawan Joko Widodo untuk bisa dua periode menjadi presiden. Tentu momen menjelang pemilihan presiden (Pilpres).
Soal ganti presiden 2019 sempat diutarakan oleh Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera. Tagar itu ia sampaikan saat melakukan kuliah tweet tentang empat tahun pemerintahan Presiden Jokowi.
"Survei dan popularitas boleh tinggi, namun pada saatnya nanti sangat mungkin dan bisa dikalahkan. Banyak buktinya, seperti di DKI. Elektabilitas di atas 75% tapi kalah. Koalisi gemuk tapi tumbang. #IstanaPasirJokowi #2019GANTIPRESIDEN," demikian salah satu cuitan Mardani melalui akun Twitternya, @MardaniAliSera, yang ia tulis pada 8 Maret lalu.
Hampir sebulan kemudian, muncul video produksi sablon kaos #2019GantiPresiden. Pemilik usaha sablon itu, Teguh mengaku kaos-kaos itu hanya pesanan dari perorangan. Dia tak menyebut adanya parpol yang memesan kaos bernada politik itu.
"(Pemesan) perorangan. Kita nggak ketemu sama orangnya, karena kan online," ujar Teguh dalam perbincangan dengan detikcom, Senin (2/4) malam.
Kaos #2019GantiPresiden lalu menuai pro dan kontra. Mardani menyebut maraknya kaos-kaos tersebut bukti dari kegagalan pemerintah Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla (JK). Dia juga tak setuju gerakan #2019GantiPresiden dianggap kampanye menjelang Pilpres 2019.
Itu respons kreatif terhadap pemerintah yang gagal memenuhi janjinya. Bukan kampanye karena tidak mengajak milih paslon. Wong paslonnya belum ada," ujar Mardani, Selasa (3/4).
Mardani pun ikut serta dalam gerakan tersebut. Dia bahkan membagi-bagikan gelang dengan tagar serupa ke elite Gerindra dalam sebuah acara televisi.
Gelang yang dibagikan itu berlatar hitam dengan tulisan #2019GantiPresiden warna kuning. Mardani membagikan gelang itu kepada elite dua Waketum Gerindra, Edhy Prabowo-Fadli Zon.
"Saya dapat dari Pak Mardani. Pas di acara saya pakai saja," kata Edhy, Rabu (4/4).
Mardani pun mengaku gelang itu diproduksi relawan. Tak hanya gelang, berbagai pernik dengan tagar #2019GantiPresiden juga beredar.
"Itu inisiatif dari kawan-kawan relawan #2019GantiPresiden. Ada kaus, topi, dan gelang karet," tutur Mardani.
Anggota Komisi I DPR itu mengakui ikut ambil bagian dalam gerakan #2019GantiPresiden. Mardani menyebut #2019GantiPresiden sebagai kelanjutan dari Pilkada DKI Jakarta 2017. Gerakan #2019GantiPresiden juga disebut sebagai perlawanan dari gerakan 'Dua Periode Jokowi'.
Gerakan #2019GantiPresiden merupakan antitesa dari gerakan yang sudah bergulir, yaitu 'Dua Periode' untuk Pak Jokowi. Ini juga gerakan sah, legal dan konstitusional," tegasnya.
Gerakan tersebut mendapat dukungan dari Gerindra, partai yang dekat dengan PKS. Bahkan Gerindra ikut gas pol gerakan #2019GantiPresiden.
"Kalau kita benar dong semangatnya, kita kan bukan pendukung pemerintah, semangatnya mengganti presiden, dong," ungkap Edhy.
Hal senada juga disampaikan Fadli Zon. Dia menyatakan semangat mewujudkan tagar #2019GantiPresiden agar menjadi kenyataan.
Menurutnya, pemerintah Presiden Jokowi penuh 'dosa' lantaran tak menepati banyak janji kampanye mereka.
Memang menyedihkan, tahapan kampanye pilpres dimulai saja belum. Yang ngebet ngalahin Jokowi punya tiket juga belum. Gagasan tandingan juga masih absen di wacana," kata politikus PDIP Eva Kusuma Sundari.
Lalu PPP memunculkan tandingan gerakan #2019GantiPresiden. Ketum PPP Romahurmuziy (Rommy) mengungkapkan pihaknya juga memiliki hashtag (tanda pagar) lain sebagai tandingan #2019GantiPresiden. Hashtag tersebut adalah #Lanjutkan212.
Rommy menjelaskan penggunaan angka '212' berasal dari periode Jokowi menjadi pemimpin. Apa maksudnya?
"Kita juga punya hashtag yang lain, yaitu #Lanjutkan212. Karena Pak Jokowi sudah dua periode memimpin Kota Solo, satu periode jadi Gubernur DKI Jakarta, dan hari ini insyaallah akan menjadi dua periode sebagai presiden," jelas dia.
Sedangkan Partai Demokrat yang selama ini dianggap netral, menyatakan gerakan-gerakan seperti itu normal saja. Pasalnya kini memang sudah memasuki tahun politik.
"Ya karena tahun 2019 itu kan pemilihan presiden, jadi orang yang berkampanye menggantikan presiden pasti kampanyenya itu," beber Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjaitan.
"Kalau orang yang mempertahankan presiden pasti akan bilang lanjutkan. Saya kira ini normal saja dan ini tahun politik menjelang (tanggal) 4-10 Agustus akan semakin banyak dinamikanya," tambah dia.
Sumber:Detik.com