Pekanbaru, petunjuk7.com - Dalam sebuah lirik lagu Minang: “Babendi-bendi ka sungai tanang, singgalah mamatiak bungo lembayuang." Lirik ini semakin menegaskan bahwa dulunya bendi pernah menjadi tulang-punggung transportasi di Minangkabau atau Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).
Namun sering bermunculan jenis transportasi yang lebih dinamis seperti kemunculan becak dan bemo pada medio 70-an mulai mengikis keberadaan bendi di Sumatera Barat, padahal di dekade 60-an bendi masih menjadi transportasi primadona di kota Padang setelah berabad-abad lamanya.
Jika berbicara sejarah, bendi merupakan kendaraan para saudagar kaya, demang dan orang-orang terkemuka dalam masyarakat saat zaman koloni belanda.
Namun keberadaan mesin berbahan bakar rumput ini sudah terlindas oleh kuda-kuda besi peminum bensin dan solar. Lalu, apa daya, berbagai kegiatan melestarikan bendi mulai digarap oleh pihak-pihak berwenang.
Bendi, secara fisik memang sama persis dengan delman, yaitu menggunakan satu kuda dengan kereta yang cukup tinggi dan dua roda yang besar. Yang membedakan adalah, jika delman memiliki dua kursi penumpang yang berjajar, sedangkan bendi mempunyai dua kursi penumpang yang saling berhadapan.
Pada masa kolonial, sekitar tahun1900 hingga 1930an, di kota-kota besar seperti Padang, Bukittinggi, dan Padang Panjang, kolonial Belanda memberi perhatian lebih kepada transportasi model ini.
Pada kurun tersebut, bendi tidak hanya melayani rute-rute dari pasar ke pasar, tetapi juga melayani bagi yang perlu transportasi jauh seperti ke kaki gunung kerinci ataupun ke daerah pesisir pantai, dalam hal ini bendi mampu melewati jalanan ekstrem seperti di daerah lembah anai dan dataran tinggi Solok.
Lanjut kepada masa awal setelah kemerdekaan tepatnya era 50an, di Sumbar sendiri pada masa ini bendi masih menjadi sesuatu yang berharga dan masih bersanding dengan kendaraan bermesin yang mewakili peradaban barat.
Namun memasuki era 60an kemunduran bendi sudah mulai terasa, dimana keberadaan bemo mulai mengambil alih peran bendi untuk jalur dai pasar ke pasar, walaupun demikian bendi masih tetap menjadi pilihan utama masyarakat pada saat itu.
Memasuki tahun 70an, terutama sejak pertengahan atau sekitar tahun 1975, merupakan era dimana bendi sudah mulai terusir dari negeri sendiri, dengan semakin bertambah dan berkembangnya transportasi modern. Becak, bemo, dan mini bus mulai mengambil alih fungsi bendi, sehingga bendi sudah mulai terpinggirkan.
Sampai sekarang, fungsi bendi tidak lagi menjadi transportasi massal sperti beberapa dekade yang lalu. Nilai-nilai historis yang terkenadung dalam bendi menjadikannya sebagai salah satu mesuem sejarah berjalan, dan juga menjadi saksi bisu betapa kejamnya perkembangan teknologi yang berakibat pada terusir bendi dari negeri sendiri.
Tapi mimpi-mimpi untuk menaiki kendaraan legendaris tersebut akan tetap selalu dijaga, dimana bendi sekarang lebih indentik dengan kendaraan pariwisata.
Pada masa sekarang bendi-bendi telah dialih fungsikan sebagai kendaraan wisata. Selain itu, setiap kali ada perayaan hari-hari besar bendi selalu disertakan kedalam kendaraan hias dalam pawai, karena begitu sakralnya keberadaan bendi, setiap orang melakukan berbagai cara agar eksistensi bendi tetap terjaga, walaupun tidak akan pernah lagi kembali ke masa kejayaan seperti dulu.
Sumber:Singgalangtour.com