Sulawesi Selatan - Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani, angkat bicara terkait aksi gotong mayat warganya karena tidak mampu mencarter pesawat. Indah mengaku sangat prihatin dengan kejadian itu.
Dalam waktu dekat, bupati perempuan pertama di Sulawesi Selatan (Sulsel) itu akan memanggil bawahannya menyikapi kejadian yang menyentuh hati.
"Saya sedih sekaligus prihatin melihat prosesi pemakaman warga kita yang ada di Rampi. Saya kira semua ini ada hikmahnya, utamanya bagi jajaran pemerintah daerah untuk melakukan percepatan pembangunan, khususnya infrastruktur jalan," tutur Indah, Kamis (7/12).
Indah menyebut, kejadian di Rampi menjadi pelajaran bagi semua, bukan hanya pemerintah daerah tetapi seluruh masyarakat Luwu Utara.
"Bahwa untuk menyelesaikan persoalan tersebut dibutuhkan kebersamaan, kekompakan, kerjasama, dan koordinasi antar stakeholder terutama dengan pemerintah provinsi dan pusat," katanya.
Terkait akses jalan, lanjutnya, pemerintah daerah telah berupaya mempercepat proses penyelesaian pekerjaan jalan dari Masamba menuju Rampi.
"Sebelum ada peristiwa ini, Pemda sebenarnya sudah melakukan berbagai upaya percepatan penyelesaian pekerjaan jalan menuju Rampi dengan membuka beberapa titik jalan. Alat berat sudah lama beroperasi di sana," ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, puluhan warga Desa Onondowa, Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, bahu membahu menggotong mayat keluarga sejauh 36 kilometer, Sabtu (2/12/2017)
Mereka menggotong mayat Mesak Wungko dari wilayah Bada, Kecamatan Lore Selatan, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, menyusuri hutan belantara ke Onondowa.
Mesak menderita gagal ginjal dan menghembuskan nafas terakhir di RSUD Sawerigading, Kota Palopo, Sulsel, Jumat (1/12/2017).
Keluarga Mesak, Frans Aris Paelo, menyebut terpaksa menggotong mayat karena tidak mampu mencarter pesawat akibat tarifnya kemahalan, Rp 50 juta.
Karena tidak mampu membayar sewa pesawat perintis, mereka sepakat membawa mayat Mesak ke wilayah Bada menggunakan ambulans.
"Akses dari Bada ke Onondowa baru berupa jalan setapak yang hanya bisa dilalui motor modifikasi, makanya kami gotong selama sehari pada hari Sabtu," kata Frans.
Dengan jarak 86 kilometer, hanya ada dua akses menuju Rampi dari Masamba.
Menumpangi pesawat perintis di Bandara Andi Djemma atau menggunakan motor modifikasi menyusuri jalan setapak yang cukup ekstrem. Akses alternatif yaitu melalui Bada, Sulawesi Tengah.
"Kami memilih ke Bada supaya lebih dekat menggotong mayat ke Onondowa, kalau dari Masamba jauh sekali," katanya.
Sumber:Tribunlutra.com