Pengamat: Untuk Cegah Praktik Nepotisme, UU ASN No.5 Tahun 2014 Perlu Direvisi
Petunjuk7.com - Disaat pemerintah Jokowi melakukan good and clean goverment (pemerintahan yang baik dan bersih), tapi faktanya di lapangan jauh beda. Selain korupsi yang paling ditakuti begitu pula kolusi dan nepotisme.
Menurut peneliti Political and Public Policy (P3S) Jerry Massie kepada www.petunjuk7.com, Sabtu (11/1/2020) melalui siaran persnya menyebutkan, bahwa budaya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) sudah mendarah-daging.
"Jadi itu perlu 40-50 tahun untuk memutus rantainya. Sama yang terjadi di Riau dimana Gubernur secara terang-terangan melantik istri, kakak, adik dan menantu jadi pejabat, ini jelas bagian praktik nepotisme dalam pemerintahan," kata Jerry.
Hal ini kata Jerry, justru menubruk regulasi dan Undang-undang seperti termaktub dalam UU 28 Tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Lanjut kata peneliti politik dari Amerika Serikat (AS) ini, praktik KKN ini dapat merusak tatanan demokrasi, bahkan dapat merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara serta membahayakan eksistensi negara, sehingga diperlukan landasan hukum.
"Saya minta kepada pihak terkait agar dibuat aturan yang ketat agar praktek nepotisme terhindar dalam pemerintahan, kita" ujarnya.
Sementara, Jerry menyayangkan masih ada saja praktik ini.
"Kalau tidak dihentikan akan berbahaya dalam sistem pemerintahan di negeri ini dan
kalau perlu UU ASN No.5 Tahun 2014 itu direvisi, agar bisa mencegah praktek nepotisme.
"Indonesia harus clean and clear dari nepotisme kalau tidak jangan mimpi kita jadi negara maju. Riset saya dihampir sejumlah negara maju dimana salah satu indikatornya yaitu mereka anti terhadap nepotisme," tamdasnya. (Hap/rls).