Aktivis Ini Minta Dilakukan Perubahan UU No. 17 Tahun 2013 Atas Perubahan Perppu No.2 Tahun 2017
Jakarta, petunjuk7.com - Kadiv Hukum dan Ham KOMNAS LP KPK Erwin J Maha, dengan tegas menyampaikan, sebagaimana yang telah diatur dan di sahkan sesuai undang undang (UU) Nomor: 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, ia mendesak untuk segera dilakukan perubahan.
Karena katanya belum mengatur secara komprehensif mengenai keormasan yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sehingga terjadi kekosongan hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif.
"Presiden Joko Widodo pada 10 Juli 2017 telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor: 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan," terang Erwin J Maha melalui pers rilisnya kepada www.petunjuk7.com, Minggu (28/1).
Selain itu, ulasnya mengingat dalam Perppu ini (Perpu Nomor. 2 tahun2017) ditegaskan, organisasi kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesaturan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menurutnya, Perppu ini, Ormas dilarang menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan; menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain atau lembaga/badan internasional menjadi nama, lambang, atau bendera Ormas; dan/atau menggunakan nama, lambang, bendera atau tanda gambar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau secara keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar Ormas lain atau partai politik.
"Bahwa dalam Perppu ini ditegaskan, Ormas dilarang melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras atau golongan; melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia; melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; dan melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bebernya.
Ormas juga dilarang melakukan kegiatan sparatis yang mengancam kedaulatan NKRI, dan/atau menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.
“Ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dijatuhi sanksi administratif dan/atau sanksi pidana, sesuai bunyi Pasal 60 Perppu ini," ungkapnya.
Dipaparkannya, Sanksi administratif sebagaimana dimaksud, menurut Perppu ini, terdiri atas: A.Peringatan tertulis, B. Penghentian kegiatan; dan/atau C. Pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.
Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud, dalam Perppu ini dijelaskan, diberikan hanya 1 (satu) kali dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterbitkan peringatan. Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan tertulis dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud, Menteri (Mendagri, red) dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya menjatuhkan sanksi penghentian kegiatan.
“Dalam hal Ormas tidak mematuhi sanksi penghentian kegiatan sebagaimana dimaksud, Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan kewenangannya melakukan pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum, bunyi Pasal 62 ayat (2) Perppu ini," ujarnya.
Pencabutan status badan hukum Ormas sebagaimana dimaksud, menurut pasal 80 A, sekaligus diyatakan bubar berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini.
Perppu ini juga menegaskan, setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 59 ayat (3) huruf c dan huruf d, yaitu melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; dan melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dipidana dengan penjara pidana paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.
"Setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud melanggar Pasal 59 ayat (3) huruf a, dan huruf b, yaitu dilarang melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras atau golongan; melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia; dan ayat (4) yaitu melakukan kegiatan sparatis yang mengancam NKRI dan/atau menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila, menurut Perppu ini, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun," imbuhnya.
Kemudian tambah Erwin J Maha, dalam pasal 83A, pada saat Perppu ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Perppu ini.
“Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, bunyi Pasal II Perppu Nomor 2 Tahun 2017, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 10 Juli 2017," tutupnya. (Fahrizal Sabdah)