IHSG, Ada 32 Saham Jarang Aktif Transaksi Selama 8 - 10 Bulan
Jakarta - Tren bullish pasar modal domestik masih berlanjut. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin ditutup menembus 6.490,90, level tertinggi sepanjang masa. Meski demikian, tak semua saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) bisa memanfaatkan manisnya rekor IHSG.
Otoritas BEI mencatat sebanyak 32 saham jarang ditransaksikan sepanjang tahun lalu. Dari jumlah saham tidur tersebut, ada 21 saham yang nihil transaksi lebih dari tiga bulan. Bahkan, ada empat saham yang sama sekali tidak dicolek oleh investor selama 8-10 bulan pada 2017.
Analis Indosurya Sekuritas William Surya Wijaya menilai, ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan suatu saham tidak aktif ditransaksikan. Pertama, investor tidak berminat dengan saham tersebut. Kedua, faktor fundamental, seperti kinerja keuangan emiten tak baik. Semua itu sangat terkait, tutur William.
Di luar minat pasar dan kinerja emiten, William melihat otoritas bursa tidak punya wewenang untuk menggerakkan saham di pasar. Dalam hal ini, posisi BEI hanya sebatas regulator.
Jika memang ada saham tidur yang kinerjanya baik-baik saja, menurut William, porsi kepemilikan publik (free float) di saham itu turut mempengaruhi. Jika floating-nya sedikit, investor tetap tidak aware dengan hal itu. Padahal, bisa saja investor yang ingin memiliki saham itu cukup banyak, kata dia.
Oleh karena itu, akan lebih baik jika emiten bisa menjembatani keinginan investor. Emiten pasti membutuhkan investor untuk menjalankan usahanya. Jika sudah ada investor yang percaya, jangan sampai kepercayaan itu turun, tambah William.
Dia mencontohkan saham PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP). Sebelumnya, free float saham HMSP terbilang sedikit, kurang dari 7,5% seperti yang disyaratkan. Ketika HMSP menambah porsi saham publik, investor pun memburunya. Terbukti kinerja bagus, floating ditambah orang semakin berminat, transaksi lebih banyak, tutur William.
Jadi, emiten yang sahamnya kurang aktif ditransaksikan bisa menumbuhkan minat pasar dengan menambah free float melalui berbagai aksi korporasi. Tentunya, kinerja keuangan emiten tetap harus terjaga.
Selain faktor free float, Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menilai, tipikal investor turut mempengaruhi pergerakan sebuah saham. Misalnya, investor yang beli itu memang tidak aktif transaksi, kata dia.
Memang asal muasalnya adalah likuiditas saham. Ketika sebuah saham tidak likuid, maka investor menjadi ragu untuk masuk. Mereka khawatir akan sulit menjualnya kelak.
Menyikapi hal tersebut, Hans menyarankan agar BEI menelurkan sebuah kebijakan yang bisa menjaga likuiditas saham. Seharusnya ada mekanisme liquidity provider atau model market maker agar likuiditas saham tetap terjaga di pasar, ujar Hans.
Sumber: Kontan.co.id