Petunjuk7.com - Sejak 700.000 pengungsi minoritas Muslim Rohingya melarikan diri dari Myanmar tahun lalu, muncul sejumlah laporan tentang penyerangan seksual yang dilakukan pihak militer Myanmar.
Badan kemanusiaan memperingatkan jumlah bayi tidak diinginkan -akibat serangan seksual- yang akan ditawarkan untuk diadopsi dapat menjadi ratusan atau bahkan ribuan.
Inilah cerita salah satu perempuan Rohingya yang mengaku menjadi korban perkosaan tentara Myanmar.
Para tentara menangkap saya sebelum saya dapat melarikan diri. Mereka memperkosa saya," demikian dikatakan seorang perempuan yang baru berumur 17 tahun.
Dia menceritakan kepada wartawan BBC, bahwa dirinya disekap selama berhari-hari dan berulang kali diperkosa dan dipukuli oleh militer Myanmar.
"Malam itu saya diperkosa kembali. Mereka melakukan lagi besok paginya dan sore hari. Mereka membiarkan saya terikat di sana. Jika saya melihat tentara, saya membungkuk dan menyembunyikan diri," ungkapnya.
"Saya duduk disana dan menangis. Sekelompok orang Rohingya menyelamatkan saya. Mereka membawa saya melintasi perbatasan, ke Bangladesh," tambahnya.
Di Bangladesh, perempuan ini menemukan dirinya hamil. Dan sekarang anak perempuannya sudah berumur satu minggu.
Ibunya belum memberikan nama kepadanya.
"Melakukan aborsi adalah sebuah dosa, demikian juga membiarkannya diadopsi. Mereka yang berdosa. Saya tidak melakukan kesalahan. Saya melahirkan bayi saya", katanya lagi.
Kakek neneknya adalah anggota keluarganya yang tersisa. Sementara orang tuanya hilang, yang berarti kemungkinan besar telah meninggal.
Kakeknya mengatakan kepada BBC, cucunya tidak mau keluar menemui orang-orang lain.
"Dia bersembunyi di dalam rumah dan kami tidak memberitahukannya kepada siapa pun. Tidak seorangpun melihat dia. Saya mengatakan kepadanya untuk memberikan bayi ke orang lain, tetapi dia mengatakan tidak. Dia mengatakan bayi ini akan hidup sesuai dengan kehendak Allah," kata kakeknya.
Ribuan orang Rohingya mengatakan diri mereka diserang secara seksual. Tetapi tetap sulit untuk memastikan pernyataan sejumlah perempuan ini.
Berbagai tuduhan tersebut selalu disangkal oleh tentara Myanmar.
Yang jelas berbagai badan kemanusiaan sudah bersiap-siap menangani bayi yang tidak diinginkan dan kemungkinan ditelantarkan keluarganya.
Sampai sejauh jumlah bayi yang mengalami nasib seperti ini masihlah kecil tetapi organisasi amal Save the Children misalnya mengkhawatirkan stigma masyarakat terhadap anak-anak ini.
"Kekhawatiran kami adalah bahwa anak-anak ini akan besar dengan stigma. Kami menyadari anak manapun yang dilahirkan saat ini akan berisiko distigmakan. Jadi kami bekerja keras untuk menciptakan sistem pendukung pengaman bagi anak-anak ini agar mereka dapat tumbuh dengan baik," kata Daphnee Cook dari Save The Children .
Tetapi yang jelas bagi para korban perkosaan, seperti perempuan belasan tahun dengan anaknya yang baru berumur beberapa minggu ini, hanyalah perasaan cinta yang dirasakan.
"Bagaimana mereka bisa melakukan hal seperti ini kepada saya? Jika ini tidak terjadi, saya kemungkinan sudah menikah dan hidup normal. Saat menatap bayi saya, yang rasakan adalah cinta," kata ibu belasan tahun korban perkosaan ini.
Sumber:BBCindonesia.com