Petunjuk7.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan zakat mal atau harta boleh digunakan untuk membiayai jasa pendampingan hukum bagi masyarakat yang lemah secara ekonomi.
"Ini masuk penyaluran zakat untuk asnaf atau golongan fakir, miskin, dan atau terlilit utang (gharimin) yang kasusnya tengah diproses," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh di Jakarta, Senin (10/6).
Namun, lanjut Niam, pemanfaatan dana zakat mal untuk kepentingan layanan bantuan hukum itu hanya dibolehkan bila penerima bantuan hukum tersebut beragama Islam, merupakan orang yang terzalimi, dan tidak diberikan atas kasus yang bertentangan dengan agama.
Bahkan, kata Niam, bantuan hukum yang bisa dibiayai dari dana zakat mal tidak sekadar untuk menangani sebuah perkara di persidangan, melainkan bisa lebih luas.
"Bisa mengarah pada upaya perubahan sistem hukum, sosial, ekonomi dan budaya, serta upaya penyadaran masyarakat untuk memperjuangkan hak-haknya dalam memperoleh keadilan, baik melalui jalur litigasi maupun nonlitigasi," katanya.
Dengan upaya itu diharapkan ada perbaikan sistem hukum yang lebih berkeadilan, menjamin tegaknya aturan yang sesuai dengan ajaran Islam, menjamin kemaslahatan umum, menjamin perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta, serta mengoreksi kebijakan yang bertentangan dengan agama.
"Dalam hal pembelaan kasus hukum yang terkait dengan kepentingan Islam dan umat Islam penyaluran zakat dapat dimasukkan ke golongan fi sabilillah," katanya.
Lebih lanjut dosen Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu mengatakan, MUI juga menetapkan fatwa kebolehan pendayagunaan harta zakat untuk penyediaan air bersih dan sanitasi bagi masyarakat, khususnya fakir miskin.
Pendayagunaan harta zakat untuk pembangunan sarana air bersih dan sanitasi dibolehkan dengan ketentuan menjadi kebutuhan mendesak bagi para penerima yang bersifat langsung.
"Manfaat dari sarana air bersih dan sanitasi tersebut diperuntukkan bagi kepentingan kemaslahatan umum dan kebajikan," kata Niam.
Sumber:Antaranews.com