Jakarta - Bicara soal utang memang selalu menjadi bahan perbincangan yang menarik perhatian khalayak, apalagi berbicara seputar utang pemerintah baik Utang Luar Negeri (ULN) maupun penerbitan surat berharga negara (SBN) yang terus meningkat sejak pemerintahan dijalankan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Belakangan ini sorotan terhadap utang pemerintah semakin tajam sampai Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani merasa jengah untuk memberikan penjelasan setiap saat.
Belum lama, pemerintah melakukan transaksi penjualan Surat Utang Negara (SUN) dalam denominasi dolar AS atau Global Bonds sebesar USD4 miliar atau setara Rp54 triliun (kurs Rp13.500 per USD) untuk kebutuhan pembiayaan tahun anggaran 2018 (prefunding).
Menurut Ekonom Institute for Development of Economics & Finance (Indef) Bhima Yudhistira utang tersebut untuk keperluan infrastruktur di Indonesia. Akan tetapi, fakta yang terjadi, hanya di bawah 10% yang sudah terealisasi.
Selain itu, penyerapan tenaga kerja infrastruktur juga belum terlalu bagus, dan tidak berpengaruh bagi perekonomian dan industri pengolahan di Indonesia, di mana terakhir tumbuh pada angka 4,8%.
“Saya juga bingung mengapa harus mengutang lagi. Itu kan untuk infrastruktur, tetapi faktanya baru terealisasi di bawah 10%, penyerapan tenaga infrastruktur juga belum bagus, dan tidak berpengaruh terhadap ekonomi dan industri pengolahan,” ucap Bhima.
Selain itu, kekhawatiran yang menghantui adalah utang sebesar USD4 miliar tersebut akan tambah membengkak karena kenyataannya saja infrastruktur sedang terus berjalan, namun uang tidak ada, dan belum ada dampak yang diberikan bagi ekonomi di Indonesia.
“Menurut saya itu ambisi yang salah karena infrastruktur sudah jalan, tetapi uangnya tidak ada, dan dampak kepada ekonomi di Indonesia juga belum terlihat,” ungkapnya.
Sumber:Okezone.com