Sumatera Utara - Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (KOMNAS PA), Aris Merdeka Sirait, SH., menggelar pertemuan bersama ratusan pelajar Sekolah Menengah Atas Negeri 2 (SMAN 2) Kota Medan dan Sekolah Menengah Atas Negeri 13 (SMAN 13) Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut), Sabtu (14/10).
Aris menggelar pertemuan tersebut, karena ratusan pelajar mengadukan nasib terkait proses belajar. Pasalnya mereka dituding para pelajar yang tidak masuk dalam kategori sistim online saat memgikuti proses penerimaan siswa baru.
Padahal mereka telah mengikuti proses belajar mengajar selama empat (4) bulan. Selain itu, adanya pengakuan dari mereka yang mengalami tindakan - tindakan yang membuat mereka merasa haknya di rampas.
Mengingat, sebelumnya melalui kebijakan Dinas Pendidikan Propinsi Sumut yang mengeluarkan surat edaran dengan nomor : 420/5077/subbag ram/IX/2017 yang ditujukan pada kedua sekolah tersebut.
Bahwa menegaskan untuk mengeluarkan peserta didik kelas 10 siswa yang diterima tidak melalui sistem online karena telah melanggar ketentuan yang diatur dalam peraturan Gubernur Nomor: 52 tahun 2017.
Atas terbitnya surat Dinas Pendidikan Propisi Sumut tersebut, KOMNAS PA berjanji akan mengadakan pertemuan dengan pihak sekolah .
Ketua Umum KOMNAS PA, Aris Merdeka Sirait menyebutkan, akan mempelajari apa yang dilaporkan para pelajar.
“Seharusnya Dinas Pendidikan memberikan solusi dan perlindungan untuk pelajar yang tidak tahu masalah, seandainya pun ada masalah administrasi, itu adalah masalah Dinas Pendidikan dengan pihak sekolah,” ungkapnya.
Aris menyampaikan, begitu juga dengan para pelajar, ada yang mengaku dilecehkan haknya.
"Dengan adanya penekanan yang menyakitkan itu, membuat mereka trauma dan sedih," sebut Aris.
“Itu termasuk dalam kategori kekerasan anak dan melanggar Undang - undang Perlindungan Anak dan nantinya masing masing instansi dan sekolah akan dipidanakan,” ujar Aris.
Menurut Nasya, salah seorang siswa SMAN 2 Medan yang sudah mengikuti proses belajar selama 4 bulan sering mendapat ejekan dari para guru dan kakak kelasnya, setelah ia dan temannya disebutkan: siswa buangan.
“Kami tidak tahu dan ingin belajar tapi kenapa kami diteror setiap hari,” keluhnya.(Putra/Fahrizal Sabdah)