Myanmar - Ratu kecantikan Myanmar dicabut gelarnya setelah mengeluarkan komentar yang menyebut bahwa kelompok militan ARSA sebagai penyebab krisis di Rakhine.
ARSA adalah kependekan dari Tentara Pembebasan Rohingya Arakan, yang oleh pemerintah dan militer Myanmar dituduh melakukan serangan terhadap pos-pos keamanan dan juga terhadap warga sipil di Rakhine.
Penyelenggara kontes meminta Shwe Eain Si, demikian nama ratu kecantikan tersebut, mengembalikan mahkota. Shwe juga dilarang mengikuti kontes kecantikan internasional di Vietnam 5-26 Oktober.
Penyelenggara mengatakan bahwa 'komentar Shwe Eain Si tidak pantas'.
Menanggapi keputusan ini, Shwe Eain Si menggelar keterangan pers hari Selasa (03/10) dan menegaskan dirinya tidak menyesal mengeluarkan komentar tersebut.
Ia juga mengatakan tak menyesal tak dibolehkan mengikuti kontes kecantikan internasional di Vietnam.
Komentar bahwa ARSA adalah penyebab krisis di Rakhine disampaikan melalui rekaman video yang diunggah ke Facebook (FB) pada pertengahan September atau beberapa pekan setelah pecah krisis kemanusiaan di Rakhine.
Krisis ini menyebabkan lebih dari 500.000 warga minoritas Muslim Rohingya menyelamatkan diri ke negara tetangga Bangladesh.
Rakhine
Shwe Eain Si mengatakan 'serangan-serangan yang terjadi dalam sebulan terakhir dilakukan oleh ARSA'.
"Serangan ini sudah terlalu berlebihan ... dan yang lebih disayangkan lagi adalah mereka dan pendukung internasional mereka melancarkan kampanye di media ... sehingga mereka dipersepsikan sebagai pihak yang tertindas," kata Shwe Eain Si dikutip dari BBCIndonesia.com.
Dalam video ini ia menyertakan gambar-gambar aksi kekerasan dengan korban warga sipil yang ia katakan dilakukan oleh milisi ARSA.
Ia sama sekali tidak menyinggung soal kekerasan terhadap warga Rohingya maupun ratusan ribu warga Rohingya di Rakhine yang mengungsi ke Bangladesh.
Apa yang disampaikan oleh Shwe Eain Si ini sejalan dengan pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah dan militer Myanmar.
Pada bagian akhir video, Shwe Eain Si meminta komunitas internasional untuk datang dan melihat sendiri situasi di lapangan. Lagi-lagi, ia tidak menyinggung soal keputusan pemerintah yang tidak membolehkan tim PBB untuk masuk ke Myanmar.
Sumber:BBCindonesia.com.