LAM Riau Ucapkan Terima Kasih Ke Pemerintah Terkait Tanah Ulayat Bisa Disertifikat
Petunjuk7.com - Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) berterima kasih kepada pemerintah karena sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) No.86 Tahun 2018, tanah adat/ ulayat bisa disertifikatkan. Ini berdampak luar biasa terhadap kelangsungan hidup dan masa depan masyarakat adat.
Demikian dikatakan Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR, Datuk Seri Syahril Abu Bakar, kepada wartawan hari Rabu (10/10/2018). “Ini merupakan langkah maju yang patut disyukuri bagi masyarakat adat,” kata Datuk Seri Syahril.
Ia menyebutkan, Perpres itu mengatur secara teknis tentang tanah objek reforma agraria (TORA). Pada salah satu bagiannya disebutkan bahwa ada tiga pihak yang disebut sebagai subjek reforma agraria yakni perseorangan, kelompok masyarakat dengan hak kepemilikan bersama, dan badan hukum.
“Tanah adat/ ulayat masuk dalam kategori kedua yakni kelompok masyarakat dengan hak kepemilikan bersama,” tutur Datuk Seri Syahril.
Disebutkannya, tanah adat/ ulayat, pada hakikatnya adalah tanah kelompok masyarakat yang keberadaannya sudah turun-temurun, jauh sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Lebih 2 Juta Hektar
Di Riau, sebutan tanah adat/ ulayat ini memiliki makna tertentu. Tanah adat/ ulayat dibagi menjadi tiga yakni tanah ulayat, tanah kayat, dan tanah hayat.
Tanah ulayat dimiliki kelompok masyarakat adat secara turun-temurun, sedangkan tanah kayat, adalah pembagian sultan atau raja kepada kelompok masyarakat tertentu. Lain lagi tanah hayat atau tanah tumbuh, misalnya akibat pendangkalan sungai atau delta.
“Luas tanah adat/ulayat di Riau dengan tiga kategorinya itu sekitar 2 juta hektar, malahan bisa lebih,” kata Datuk Seri Syahril.
Sebagian dari tanah tersebut telah dipergunakan untuk berbagai keperluan seperti perkebunan, pertambangan, dan pelabuhan.
Ia mencontohkan Dumai, yang tanah adatnya masuk dalam kategori tanah adat kayat. Sultan Siak membuat grant pemanfaatan tanah kepada Laksamana Raja Dilaut yang kini dipakai oleh berbagai pihak swasta maupun BUMN.
“Pakailah. Tapi itu tanah adat yang tentu akan ada hitung-hitungannya untuk masyarakat adat,” kata Datuk Syahril. Demikian juga tanah-tanah yang sudah terlanjur menjadi perkebunan dan lokasi pertambangan minyak.
Dalam masyarakat Melayu Riau, kata Datuk Syahril, hitung-hitungan itu terwujud dalam apa yang disebut pancung alas. Masyarakat adat memperoleh bagian dari usaha yang dilakukan terhadap tanah adat/ ulayat, malah ada yang sampai 20 persen dari usaha.
Datuk Seri Syahril Abu Bakar mengatakan,posisi tanah adat/ ulayat bisa disertifikatkan sekaligus menunjukkan bahwa pemerintah mengaku adanya tanah adat/ ulayat itu.
Untuk memperoleh pengakuan ini telah diperjuangkan LAMR sejak tahun 2001. Hal serupa juga dilakukan oleh berbagai masyarakat adat, salah satunya adalah apa yang dilakukan oleh Khalifah Kuntu, Riau, H. Bustamir.
“Perjuangan Khalifah berhasil mengeluarkan tanah adat/ ulayat dari hutan negara. Ini tertuang dalam keputusan MK 35 Tahun 2012, sehingga LAMR memberi penghargaan khusus kepadanya berupa ingatan budi beberapa bulan lalu,” kata Datuk Seri Syahril.
Ditambahkannya, berbagai perjuangan setelah itu dilakukan, tapi belum memperlihatkan hasil memadai karena payung hukumnya secara konkrit belum ada.
Seiringan dengan program TORA oleh pemerintah, LAMR makin gencar memperjuangan nasib tanah adat/ ulayat tersebut. Baru saja kepengurusan LAMR 2017-2022 terbentuk, malah belum sempat dikukuhkan, pengurus LAMR di bawah pimpinan Datuk Seri Al azhar dan Datuk Seri Syahril Abu Bakar, menghadap Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Salah satu hal yang dibicarakan adalah bagaimana tanah adat/ulayat dapat diikutsertakan dalam program TORA, ditanggapi Wapres dengan menyurati Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
Beberapa bulan lalu, rombongan LAMR kembali ke Jakarta, tepatnya ke Sekretaris Kabinet. “Waktu itu sudah diberi tahu oleh deputi bahwa subjek TORA masih menunggu tanda tangan Presiden,” kata Datuk Syahril.
Datuk Syahril mengatakan, dengan adanya Perpres ini, tentu tidak otomatis tanah adat/ulayat di Riau memiliki sertifikat. Tentu masih ada hal yang harus diperjuangkan. “Dalam waktu dekat, kita akan berkoordinasi dengan LAMR kota maupun kabupaten se-Riau mengenai masalah ini,” kata Datuk Syahril. (Rij/MCR).