• Follow Us On : 
PRIA MISTERIUS DI TENGAH BENCANA Drs Elwanhyudi Panggabean, MH.

PRIA MISTERIUS DI TENGAH BENCANA

Jumat, 27 Desember 2019 - 21:37:54 WIB
Dibaca: 1691 kali 
Loading...

AKU bersyukur, karena Tuhan memberiku ingatan yang kuat.

Banyak, kisah lama-- ada yang berusia separo abad--masih lekat diingatanku. Kisahnya, di tahun 1973.

Cerita sarat makna. Dikisahkan ayahku suatu sore, di pondok sawah kami. Bercerita, salah satu, keahliannya.

Sore yang dingin. Rencana mau pulang, tiba-tiba, hujan turun. "Perkuliahan segera dimulai," ucapku, membathin.

Ayahku, selalu punya strategi jitu. Mengalihkan rasa bosan, menunggu hujan reda. Perut yang rentan terprovokasi. Lapar...

Sebagai seorang "Maha Guru" Universitas Kehidupan, Ayahku selalu mencantumkan literatur & sumber cerita yang akan dia ceritakan.

Kali ini, cerita dikutipnya dari ceramah H. Yahya Hasibuan. Sang Ustazd, seorang Ulama & Pimpinan Muhammadiyah, Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel).

Ayah mulai bercerita: Seorang pria tak dikenal, di pagi Jumat, singgah di sebuah desa. Ayah tidak menyebut persis lokasi desa. Tetapi, masih seputaran Sumatera.

Desa ini, tengah diserang bala berupa penyakit kulit yang menjijikkan. Bau dan berair, bernanah.

Semua warga desa tertular. Kecuali bayi usia di bawah 1 tahun. Bala ini sudah muncul sejak 2 tahun sebelumnya.

Semua penduduk, terutama kepala/perangkat desa, sudah berupaya maksimal mengobatinya. Semua dukun paling hebat sudah memberi resep.

Penyakit, malah kian parah. Makin men jadi-jadi sejalan dengan perilaku penguasa desa dan kroninya.

Tanah ulayat dijual, untuk mendanai aktivitas maksiat. Judi, sabung ayam, menipu warga dsb. Sampai ke urusan doyan melacur ke perkotaan.

Tetapi, jemaah sholat Jumat, tetap ramai. Para penguasa dan tokoh agama di desa, masih memakai "jubah" agama sebagai kedok.

Kembali ke cerita awal. Pria misterius ini, sudah duduk tepekur dalam masjid sebelum azan Jumat berkumandang.

Dia kemudian menawarkan diri berkhutbah. Tidak ada yang berani menolak. Dia dengan tertatih, menaiki mimbar.

Dia berbicara lantang tentang ayat-ayat Al-Qur'an. Khotbahnya bertajuk: "Bala bencana, sebagai peringatan dari Allah..."

Suaranya, menggelegar, menggetarkan qubah masjid tua. Toh, sebagian besar jemaah, bergeming. Malah, banyak yang tertidur...

Sadar akan apatisme jemaahnya, si Pria ini, tiba-tiba, menampar 3 kali lantai bagian atas mimbar, tempat dia meletakkan kitab suci.

Jemaah tersentak. Lantas, dia berujar pelan. Tetapi, menyayat:

"Sidang Jum'at yang tengah diuji oleh Allah. Dengar khutbah saya ini dulu. Kalau masalah penyakit kalian, itu urusan kecil. Aku bisa menyembuhkannya..."

Usai sholat, ratusan warga di bawah pimpinan Kades mencegat Pria itu. Dan menawari ke kediaman kades, makan dan menginap.

Perundingan putus. Si Pria setuju mengobati dan dia menjamin penyakit aneh ini sembuh, dengan dua jenis resep: Madu dan ember besar yang permukaannya ditutup kain.

Kain penutup ember dilobangi dengan dia meter 8 cm. Lobang ini, rencananya, tempat madu dimasukkan. Ember itu diletakkan di tengah lapangan bola kaki hari Ahad.

Setiap warga mulai umur 5 tahun sampai yang tertua membawa madu asli satu botol kecil.

Kewajiban ini disanggupi Kades dan seluruh warga yang jumlahnya, sekitar seribu jiwa.

Di hari Ahad pagi, secara teratur warga antre memasukkan madu ke dalam ember kosong tadi. Acara berjalan tertib.

Sekarang, tiba saatnya si Pria, didampingi Kades, disaksikan semua warga, membuka penutup ember yang sudah berisi lebih separo. Apa yang terjadi?

Ember itu berisi air. Si Pria heran. Dia kemudian meminta Kades jujur menjawab pertanyaanya: "Pak Kades, bawa apa?"

Ironis, hanya 2 wanita tua yang membawa madu. Selainnya, tanpa musyawarah, semua membawa air.

Mereka, masing-masing, dengan niat menipu punya strategi serupa: "Kalau, hanya aku sendiri yang membawa air, tidak akan ketahuan..."

Ternyata, semua punya pikiran serupa. Si Pria, berbalik arah, dengan wajah kecewa, dia berusaha keluar dari kerumunan warga yang pucat.

"Assalamu Alaykum," katanya melambai tanpa menoleh kepada warga yang kecut dan kecewa.

"Pak?! Jadi, penyakit kami bagaimana?" Kades menuntut, dengan teriakan lantang.

Pria itu, tetap tidak mau menoleh. Dia terus berjalan tertatih, melanjutkan petualangannya. Tetapi, beberapa warga mendengar ucapannya yang getir. Ucapannya yang terakhir:

"Bersihkan hati kalian. Ini bencana dari Allah. Aku hanya menguji dengan menyuruh membawa madu. Ternyata, semua kalian pembohong...."

Hujan sore itu sudah reda. Ayah mengakhiri ceritanya. Kami, segera pulang...***


Penulis: Drs Wahyudi EL Panggabean, MH,. (Direktur Pekanbaru Journalist Center, Pemimpin Redaksi: Media Berita, www.pjcnews.com).



Loading...

Akses petunjuk7.com Via Mobile m.petunjuk7.com
TULIS KOMENTAR
BERITA TERKAIT
BERITA LAINNYA
Loading...
KABAR POPULER